Kekayaan seni dalam musik bukan hanya dari bunyi yang dihasilkan, melainkan juga dari makna yang terkandung dari lagu tersebut. Tahukah anda bahwa nyanyian Kidung Jemaat (KJ) 329 yang berjudul “Tinggal Sertaku” memiliki kisah yang sungguh berpengharapan? Kisah ini berawal dari tokoh pendeta asal Skotlandia bernama Henry Francis Lyte (1793–1847 ) yang menuliskan syair dari lagu tersebut sekitar tiga minggu menjelang akhir hayatnya. Bertahun-tahun Lyte bergumul dan berjuang dalam penyakit tuberculosis (TBC) yang dideritanya.
Tiga minggu menjelang kematiannya, kesehatan Lyte semakin memburuk. Melihat kondisi tersebut, dokter menyarankan supaya Lyte beristirahat sejenak dari pelayanannya dan berpindah ke wilayah yang lebih hangat. Dengan setuju, Lyte memutuskan berhenti dari pelayanan yang telah dilakukannya selama 54 tahun dan segera melakukan perjalanan ke Roma, Italia.
Dalam khotbah terakhirnya, Lyte menceritakan perjumpaan Yesus dengan kedua murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus saat Yesus bangkit dari kubur (Lukas 24: 13-35). Mari kita kupas sedikit apa yang terjadi dalam kisah perjumpaan Yesus dengan murid- Nya tersebut. Saat itu murid yang dijumpai Yesus (Bernama Kleopas dan salah seorang murid lainnya, tidak disebutkan namanya) tengah berjalan dari Yerusalem dengan perasaan yang amat sedih, putus asa, dan tertekan.
Kedua murid itu bersedih melihat proses kematian Yesus. Harapan mereka sirna, mereka menganggap bahwa Yesus telah mati untuk selamanya. Dalam perjalanannya menuju Emaus, kedua murid tersebut berjumpa dengan Yesus namun mereka tidak mengenali Yesus. Akan tetapi, mereka sangat menghargai Yesus (yang asing saat itu) bahkan mendesak Yesus untuk menginap di rumah mereka sebab hari menjelang malam dan matahari hampir terbenam:
“Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” (Luk 24: 29)
Ketika malam tiba dan Yesus menghilang, barulah mereka sadar bahwa orang asing tersebut adalah Yesus. Kedua murid sangat bersemangat, mereka kembali hidup dalam pengharapan. Kedua murid segera melakukan perjalanan kembali ke Yerusalem untuk memberitakan bahwa Yesus telah bangkit. Keputusasaan kedua murid membuat mereka mengajak Yesus untuk tinggal bersama-sama dengan mereka.
Pembacaan Alkitab ini menginspirasi Lyte untuk dijadikan dalam syair lagu dari melodi Eventide yang diciptakan oleh William Henry Monk tahun 1861 yang juga sedang mengalami kesedihan pasca kepergian putrinya yang berusia tiga tahun. Dari melodi Eventide tersebut, Lyte memasukkan syair dari kisah perjumpaan Yesus dengan kedua murid-Nya yang diberi judul Abide With Me yang kemudian menjadi “Tinggal Sertaku” terjemahan Yamuger:
Tinggal Sertaku
- Tinggal sertaku; hari t’lah senja. G’lap makin turun, Tuhan, tinggallah! Lain pertolongan tiada kutemu: Maha penolong, tinggal sertaku!
- Hidupku surut, ajal mendekat, nikmat duniawi hanyut melenyap. Tiada yang tahan, tiada yang teguh; Kau yang abadi tinggal sertaku!
- Aku perlukan Dikau tiap jam; dalam cobaan Kaulah kupegang. Siapa penuntun yang setaraMu? Siang dan malam tinggal sertaku!
- Aku tak takut kar’na Kau dekat; susah tak pahit, duka tak berat. Kubur dan maut, di mana jayamu? Tuhan yang bangkit tinggal sertaku!
- B’rilah salibmu nyata di depan; Tunjukkan jalan yang menuju t’rang. Fajar menghalau kabut dan mendung. Tuhan, kekal Kau tinggal sertaku.
Melodi Eventide dari Monk dan syair Abide With Me gubahan Lyte ini merupakan gabungan seni musik yang menjadi semangat Lyte untuk terus berpengharapan dan menemaninya dalam perjalanan ke Roma, Italia untuk focus dalam penyembuhannya. Namun, perjalanan Lyte terhenti. Allah telah memanggil Lyte kembali ke rumah-Nya ketika Lyte baru sampai di Nice, Prancis. Rupanya Allah memiliki rencana yang lebih indah. Dia menyediakan tempat yang tidak dingin dan selalu hangat untuk Lyte, di mana Dia sendiri yang akan menjadi matahari dan kawan bagi Lyte di sorga.
Lagu ini merupakan nyanyian yang sering ditemui dalam ibadah penghiburan kedukaan, sesuai dengan kisah dibalik terciptanya syair dan melodi tersebut. Dengan mengajak Yesus untuk tetap tinggal di dalam hati setiap orang yang berduka, maka demikian juga pesan dari lagu ini berlaku bagi kita semua. Pergumulan hidup yang kompleks seringkali membuat kita hilang asa (harapan).
Apa yang terjadi jika Kleopas dan temannya saat itu tidak mendesak Yesus untuk tinggal bersama-sama dengan mereka? Mungkin mereka tidak akan tahu bahwa Yesus telah bangkit dan mereka akan terus hidup di dalam kepedihan dan keputusasaan. Dalam suka dan duka, Allah tetap menyertai kita, namun kita tetap perlu mengajakNya untuk tinggal bersama-sama dengan kita, agar kita pun dapat merasakan kasih dan hadirat-Nya senantiasa (Abide With Me).
TPG Florence R. R. Hasibuan