kepastian-dalam-ketidakpastian

Pada umur berapa kita paling cuek terhadap hari esok? Maksudnya, pada golongan usia berapa kita paling masa bodoh, paling jarang memikirkan, atau paling jarang mencemasi hari esok? Apakah pada usia remaja/ pemuda (12-18 tahun)? Bukan! Pada usia ini kita justru sering khawatir tentang hari esok. Apa aku bisa diterima di perguruan tinggi? Jurusan apa? Apa ada beasiswa? Apa kerjaku bila sudah lulus nanti? Di mana? Dsb.

Juga bukan pada usia dewasa muda (19-30 tahun). Pada usia ini ada banyak yang kita cemasi. Apa aku akan punya pacar? Siapa? Apa aku punya jodoh dan menikah? Apa bisa akur? Kerja di mana? Kontrak rumah sangat mahal, mau tinggal di mana? Dsb.

Bukan pula pada usia dewasa (31-60 tahun). Apa aku terpakai oleh atasanku? Apa aku cocok dengan jenis pekerjaan ini? Apa gajiku cukup untuk keluargaku? Apa rumah tanggaku bisa utuh? Ke sekolah mana kukirim anak-anakku? Apa aku bisa menabung? Dsb.

Jadi, pada golongan usia berapa kita paling cuek terhadap hari depan? Jawabnya: golongan usia balita (2-5 tahun). Pagi ini balita bermain, sebentar sore pasti bermain. Main apa? Tak usah dipikir atau dicemasi. Siang pagi sore atau malam balita sembarang waktu bisa bermain. Tidak perlu cemas apa-apa.

Golongan usia yang merupakan kebalikan dari balita adalah lansia (60 tahun ke atas). Lansia paling sering cemas. Lansia cemas kalau putranya malam hari belum pulang dari kantor. Apa putraku kecelakaan mobil? Cucunya menertawakan, “Oma, jangan pikirin Papa! Tiap malam juga Papa terlambat pulang!” Lansia sering cemas tentang hari depannya. Siapa yang akan merawatku nanti? Aku tinggal dengan siapa? Bagaimana dengan ongkos sehari-hari dsb.

Jompo dan menghadapi penyakit bersifat terminal gampang sekali cemas. Pernah Pak Suleeman dan saya beberapa kali seminggu pukul 5 pagi berangkat ke Sukabumi untuk memantau Lokakarya Nasional Penulisan Kurikulum PAK untuk SD, SLTP/A, dan PT yang diadakan PGI/Dewan PAK Sedunia. Tiap kali kami singgah di rumah ayah dan ibu Pak Suleeman di Bogor.

Ibunya yang sudah uzur cemas sekali, “Clement, tell me your exact whereabouts, so we can reach you should something happen!” Artinya: “Berikan lokasi keberadaanmu supaya kalau sesuatu terjadi kami bisa mencari kamu.”

Yang juga banyak cemas adalah lansia yang sering memikirkan kematiannya. Selama sekian puluh tahun jadi pendeta GKI Samanhudi ada banyak keluhan atau permintaan kepada saya. Ada yang selalu bertanya, “Kenapa Tuhan belum panggil aku? Apa Tuhan lupa padaku? Apa ada dosaku yang belum diampuni?” Ada pula lansia yang berkata, “Pak Andar, jangan berdoa minta kesembuhan untuk aku. Aku sudah siap pulang. Aku mau cepet-cepet pulang.”

Ada pula seorang ibu yang seolah-olah memberi order kepada saya, “Pak, aku ingin mati seperti si Arni. Bapak tahu dia masih sehat. Pagi itu ia bangun seperti biasa langsung baca Alkitab. Saat itu ia meninggal dunia. Aku mau seperti dia.”

Ada lansia yang sungguh-sungguh memohon, “Pak Andar, tolong doakan supaya aku jangan bikin susah keluargaku. Minta Tuhan panggil aku tanpa harus menanggung nyeri dan derita berlama-lama. Aku ingin pulang tanpa bikin susah orang lain.” Sebenarnya, semua lansia bergumul dalam ketakpastian menghadapi kematian.

(Bersambung)

Andar Ismail

Renungan lainnya