berprogram-di-era-disrupsi

Istilah disrupsi populer dalam beberapa tahun terakhir. Dalam konteks bisnis, C.M. Christensen dalam bukunya The Innovator’s Dilemma (1997) menyebutkan bahwa disrupsi adalah perubahan radikal dalam industri atau pasar yang diperkenalkan oleh inovasi baru yang memanfaatkan teknologi yang lebih sederhana, lebih murah dan lebih mudah diakses. Tahun 2020, Pandemi Covid-19 telah memicu disrupsi menjadi lebih luas lagi. Pandemi ini mengubah cara kerja, cara berinteraksi, cara belanja dan cara menjalani kehidupan sehari-hari, bahkan cara kita beribadah. Selama pandemi, telah terjadi peningkatan drastis pemanfaatan teknologi digital, penurunan drastis perjalanan dan pariwisata, kerja jarak jauh ataupun pergeseran belanja dari toko fisik ke belanja online. Perubahan ini menjadi ancaman sekaligus peluang bagi para pebisnis. Secara umum disrupsi dapat digambarkan sebagai suatu fenomena besar yang mengubah secara total model baku yang sudah ada.

Disrupsi dalam ibadah sebenarnya bukan hal baru. Yesus mengajarkan cara beribadah yang berbeda dengan para pemimpin agama pada masa itu (Matius 7:28-29) juga merupakan suatu bentuk disrupsi. Selama pandemi, kita mengubah cara ibadah kita menjadi secara online. Sejalan dengan pemulihan dampak pandemi, banyak kegiatan yang akan kembali on-site. Banyak yang merindukan suasana beribadah secara fisik di gereja, karena memungkinkan berinteraksi, memberikan rasa kebersamaan, rasa diterima, rasa nyaman dan merasa dihargai. Meskipun demikian, ibadah online atau hybrid akan tetap diadakan, selama kegiatan ini dilakukan dengan baik.

Di era disrupsi saat ini, kita juga dihadapkan dengan situasi yang serupa, penuh tantangan, namun ada harapan, dan kita diingatkan akan panggilan untuk mengikuti teladan Kristus dalam hidup kita. Selain program rutin, Strategi Pelayanan GKI Samanhudi tahun 2023-2024 diarahkan kepada lima hal:

  1. Mengembangkan pelayanan digital, hybrid, online dan on-site. Selain mendorong umat untuk kembali beribadah dan beraktivitas di gereja, MJ tetap mengembangkan digital ministry yang ditujukan untuk menyampaikan kabar baik melalui bentuk-bentuk pelayanan digital.
  2. Mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam liturgi, pembinaan menyeluruh dan sinambung (KPMS) dan pelayanan yang interaktif. Pengembangan liturgi kebaktian kategorial, kelas pembinaan on-site dan melalui platform digital, pembinaan online, webinar dan video pembelajaran, termasuk mengembangkan keterampilan umat di bidang teknologi informasi dan komunikasi.
  3. Membangun relasi dalam komunitas dan tidak terbatas di gereja. Selain mengikuti kebaktian, umat diharapkan mengikuti kegiatan dan pelayanan seperti kelompok kecil, komunitas aktivis, temasuk kegiatan di Pojok Ngobrol, kantin dan Sentra Komunitas Kasih.
  4. Matriks program lintas bidang, secara kategorial dan antar generasi. Selain upaya sinkronisasi program, gereja dapat mendengarkan masukan dan pendapat anggota jemaat mengenai kegiatan-kegiatannya agar menjadi lebih baik.
  5. (5) Fokus pada program yang berdampak dan membangun pelayanan yang atentif, praktis dan cepat (tindakan kasih). Gereja dapat melibatkan umat dalam kegiatan-kegiatan gereja agar umat merasa terlibat dan memiliki ikatan dengan gereja, termasuk program penyampaian kabar baik melalui tindakan, melibatkan ASM, remaja dan pemuda dalam aksi kasih.

Kita tidak perlu kuatir apabila strategi ini harus menghadapi tantangan, karena selama umat ikut mendukung pelaksanaannya, dan dengan optimis kita menyerahkannya kepada Tuhan, maka Tuhan pasti menolong, sebagaimana dinyatakan dalam Yeremia 29 : 11, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Selamat berprogram.

Bpk. Ruddy Koesnadi

Renungan lainnya