keindahan

Pernahkah kamu mendengar istilah Usinda? Bagi yang aktif dalam kegiatan bergereja atau dekat dengan kaum lanjut usia pasti sudah nggak asing dengan istilah ini. Yes! Usinda adalah singkatan dari Usia Indah. Kata ini biasa dipakai untuk menggambarkan bahwa ada sisi atau sudut pandang lain dari masa tua yang nyatanya memang nggak melulu menyenangkan. Apanya yang indah sih? Orang pas tua justru penyakit bermunculan, bahkan terakumulasi?! Penuaan membuat orang mengalami banyak sekali keterbatasan diri dari berbagai aspek. Belum lagi kalau berakhir sendirian dan kesepian. Well, ternyata punya anak atau keluarga nggak menjamin kalau seseorang akan dirawat dengan baik di usia tuanya. Lantas, apa indahnya?

Ada banyak orang yang sering kali keliru dalam memaknai keindahan hidup. Hidup baru bisa disebut indah kalau banyak hal menyenangkan terjadi; sehat, banyak uang, nggak punya masalah, dikelilingi oleh orang yang menyayanginya, dan lain sebagainya. Nggak heran kalua ada banyak yang nggak bahagia atau bersyukur dengan hidupnya karena berkaca pada sikon nyata yang dihadapinya. Bukan memisahkan atau meniadakan masalah yang membuat hidup itu indah, tetapi bagaimana kita berdamai dengan hal itu.

Menghayatinya sebagai keutuhan kehidupan yang justru menjadikannya indah. Ada satu kutipan menarik yang mengatakan, “Beauty is no quality in things themselves: it exists merely in the mind which contemplates them: and each mind perceives a different beauty.” Setiap orang merasakan keindahan yang berbeda, tergantung bagaimana ia mau memaknainya. Dalam hal ini, masa lanjut usia dikatakan indah bukan karena ketiadaan masalah. Tapi justru di Tengah masalah, dan keterbatasan yang ada, kita menghayati ada Tuhan yang bekerja di dalam segala sesuatu. Indah bukan karena keabsenan masalah tapi karena dalam usia yang panjang, mereka sudah merasakan begitu banyak penyertaan, kasih, dan rancangan baik Tuhan dalam kehidupannya.

Keindahan hidup sejatinya adalah tentang perspektif dan kesediaan untuk merayakan setiap hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Jadi kalau hidup kita lagi nggak baik-baik aja, it’s okay. Kalau kita sedang bergumul karena sakit dan permasalahan kita, He’s got your back. Kalau kita sedih, ya nggak usah dipaksa buat senyum. Kisah Natal mengajak kita untuk melihat perspektif yang berbeda tentang sebuah proses. Berita kelahiran-Nya tidak terdengar menyenangkan ketika diterima dalam keterbatasan dan konteks tertentu. Lihat saja pergumulan berat yang disertai ketakutan atau kekhawatiran dari Maria, Yusuf, dan para gembala saat mendengar berita itu. Tapi mereka diajak untuk melihat sisi lain karya Allah yang melampaui keindahan pada umumnya. Berat, susah, beresiko, melelahkan, tapi ada hal yang jauh lebih besar yang sedang Tuhan nyatakan dalam proses-proses itu.

Pdt. Maria W. Sindhu

Renungan lainnya