kebenaran

Kebenaran pasti (akan) terlihat. Memang kadang butuh waktu untuk memahami dan menerimanya. Proses yang nyatanya susah susah gampang. Akan jadi susah kalau kita menutupinya dengan lapisan-lapisan fokus yang lain. Misalnya, ketimbang melihat kebenaran yang sesungguhnya kita memilih untuk fokus pada apa yang ingin kita percaya sebagai kebenaran, kita fokus pada potongan-potongan peristiwa yang tidak mendasar, dan lain sebagainya. Well, setiap orang menentukan apa yang jadi fokus dalam hidupnya, dan terkadang hal itu bisa mengalihkan atau membutakannya dari kebenaran yang sesungguhnya. Di sisi lain, kebenaran sebenarnya gampang untuk dipahami kalau orang tersebut memiliki kerendahan dan kemurnian hati, juga kematangan diri, untuk memproses segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Orang yang demikian pasti akan dapat membuka dirinya untuk menerima kebenaran; sepahit apapun itu, sekalipun butuh waktu yang tidak sebentar.

Yohanes Pembaptis menyebut orang banyak yang datang kepadanya untuk dibaptis sebagai keturunan ular beludak! Ini adalah perkataan yang sangat tajam dan nyelekit! Luar biasanya, ia berani dengan langsung menyatakannya di hadapan orang banyak.

Ular beludak (Yun. Echidna) adalah ungkapan yang ditujukan kepada orang-orang yang licik, ganas, dan juga jahat. Yohanes sengaja menyertakan kata keturunan untuk menekankan kekerasan hati mereka dalam memahami dan menerima kebenaran secara turun-temurun. Dahulu mengeraskan hati, sampai saat ini pun mengeraskan hati. Yohanes bisa melihat bahwa Tindakan berbondong-bondong untuk dibaptiskan pertama-tama tidak sejalan dengan kesiapan hati mereka untuk memahami dan menerima kebenaran di dalam Allah. Yohanes tahu bahwa banyak diantara mereka yang masih terjebak pada fokus yang salah. Mereka fokus pada keistimewaan diri sebagai umat pilihan, padahal dari batu-batu pun Allah sanggup membuat keturunan untuk Abraham. Status sebagai umat pilihan itu penting, tapi bukan itu yang paling utama, apalagi sampai membutakan pada kebenaran yang sesungguhnya.

Dalam masa penantian menyambut Sang Juruselamat, Yohanes menegur dan mengajak kita untuk mempersiapkan hati dengan benar dengan pertama-tama tidak merasa diri sebagai orang yang paling benar atau istimewa, melainkan merendahkan dan memurnikan hati. Merendahkan dan memurnikan hati untuk mengenali dan memproses diri di tengah karya Tuhan yang sejatinya sudah nyata sejak semula dalam hidup kita. Saat fokus kita diletakkan di dalam Tuhan, kita akan tahu: apa yang jadi kehendak-Nya, identitas dan tugas perutusan kita di tengah dunia. Bagi Yohanes, berbuah atau perbuatan yang sesuai dengan pertobatan adalah bukti nyata seseorang sudah hidup dalam kebenaran Allah. Itu bukan sekadar bukti, tapi juga kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap anak-anak-Nya. Maka, mari berproses dengan utuh sehingga kita bisa menghidupi kebenaran Allah, dan tinggal di dalam-Nya.

Pdt. Maria W. Sindhu

Renungan lainnya