
Saat pergi ke daerah Pantai Indah Kapuk 2 ada satu tempat yang menarik perhatian saya, yaitu Taman Doa Our Lady of Akita. Ada taman kecil dengan kapel yang kental dengan nuansa arsitektur Jepang. Taman doa ini merupakan tempat ibadah umat Katolik yang terinspirasi dari Taman Doa Seitai Hoshikai di Akita, Jepang. Selain arsitektur bangunannya, hal menarik lain yang saya jumpai adalah adanya replika patung Bunda Maria yang dikenal dengan Lady of Akita. Tidak seperti patung pada umumnya, Lady of Akita punya latar belakang sejarah yang menarik. Pertama, Patung Perawan Maria yang dipahat tahun 1963 ini dikenal di dunia karena dikabarkan menangis pada tahun 1975-1981. Menangis? Mengeluarkan air mata beneran? Ya! Anda tidak salah baca. Dalam kurun waktu itu patung ini meneteskan air mata hingga 101 kali. Dari banyak sumber dikatakan bahwa air mata yang menetes benar-benar teruji dan terbukti berasal dari manusia.
Tidak berhenti sampai di situ, alasan kedua yang membuat patung ini menarik ada sebuah kesaksian dari Suster Agnes Sasagawa (seorang Pelayan Ekaristi di Akita, Jepang) yang menyatakan menerima pesan sebanyak 2 kali dari patung kayu yang ia lihat menangis berkali-kali tersebut. Tidak hanya Novis(1) Agnes Sasagawa, biarawati lainnya pun menemukan patung itu memiliki luka berdarah di tangannya tatkala patung itu “berhenti berbicara”. Suster Agnes bahkan dikabarkan mengalami stigmata, luka-luka Yesus Kristus, yang nampak dalam luka di tangan kirinya. Pesan yang disampaikan Lady of Akita sangatlah jelas, yaitu ajakan untuk kembali memeriksa hati nurani, kualitas hidup diri, dan masuk dalam pertobatan yang memulihkan. Baginya, manusia harus berhenti menyepelekan kasih Allah dengan terus hidup dalam dosa. Manusia harus berhenti membuat Allah murka karena pelanggaran-pelanggaranya.
Seruan pertobatan yang disampaikan oleh Lady of Akita adalah pesan yang sangat relevan dalam hidup orang beriman. Mengapa? Karena pertobatan bukan momen satu waktu saja, melainkan proses panjang yang sejatinya harus terus diupayakan sampai kita menyelesaikan kontrak kita di dunia. Diupayakan terus menerus karena manusia rentan melakukan dosa. Kesadaran bahwa kita dikasihi dan dilimpahi anugerah Allah yang menyelamatkan harusnya mendorong kita untuk terus hidup berkenan di hadapan-Nya. Seruan yang sama juga disampaikan oleh Yohanes Pembaptis sebagai bagian yang utuh dalam menanti kedatangan Tuhan kembali. Omong kosong kalau mengatakan ikut Tuhan, tapi masih menikmati hidup dalam kubangan dosa! Kini, ada banyak orang yang nggak malu-malu lagi dalam melakukan dosa karena menganggap itu kebutuhan atau standar yang wajar kalua mau menjalani hidup baik-baik saja, atau bahkan menyenangkan, di tengah dunia.
Bagi Yohanes Pembaptis, kesediaan untuk beriman dan mengikut Tuhan harus dinyatakan dan dapat dirasakan kualitasnya. Dalam masa penantian kedatangan-Nya kembali ini, sejauh mana kita sudah memproses diri kita secara sadar untuk lepas atau meninggalkan dosa dan cara hidup kita yang lama? Hal apa yang harus dibiasakan dan dihindari untuk melatih hidup kita? Pertobatan dari dosa adalah tentang kontrol diri untuk nggak kompromi pada hal-hal menarik yang membuat kita jauh dari Tuhan. Berproseslah dengan baik. Dengarkan dan lakukan seruan-Nya untuk bertobat. Dengan demikian kita akan selalu siap sedia bilaman Ia datang.
1 Novis berarti calon anggota kongregasi religius. Para novis hidup bersama dalam rumah yang disebut novisiat, mengenakan pakaian biara dari kongregasi mereka dan harus mengikuti masa pembinaan sekurang-kurangnya satu tahun penuh sebelum diizinkan untuk mengikrarkan kaul sementara.
Pdt. Maria W. Sindhu