Menurut sebuah cerita, tersebutlah seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka di kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan yang ada di dunia ini. Mereka segera mengerjakannya, empat puluh tahun lamanya dan menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan.
Sang raja, yang saat itu telah mencapai usia enam puluh tahun kemudian berkata kepada mereka, “Aku tidak mungkin dapat membaca ribuan buku, ringkaskanlah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.” Para mahaguru itu pun bekerja Kembali sepuluh tahun lamanya dan berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan dunia menjadi seratus judul buku. “Itu masih terlalu banyak”, kata sang raja. “Aku telah berusia tujuh puluh tahun. Peraslah semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling dasariah”.
Maka orang-orang bijak itu pun bekerja kembali dan mencoba memeras semua kebijaksanaan dunia ini ke dalam satu buku saja. Namun pada waktu itu sang raja sedang terbaring lemah di tempat tidur dan kematian pun datang menjemputnya. Maka, pemimpin orang-orang bijak itu pun memeras lagi kebijaksaan-kebijaksanaan itu ke dalam satu kalimat saja : “Manusia hidup, lalu menderita, kemudian mati.
Satu-satunya hal yang tetap bertahan adalah cinta”. Apa yang dihasilkan oleh para bijak dalam cerita tersebut, sebagai hasil kerja keras selama puluhan tahun lamanya, diungkapkan Ira D. Sankey dalam kalimat “Hanyalah kasih tak akan lekang”. Kalimat itu bagian dari syair lagu ciptaannya dalam
NKB 211, “Pakailah Waktu Anug’rah Tuhanmu.”
Pakailah waktu anug’rah Tuhanmu,
Hidupmu singkat bagaikan kembang.
Mana benda yang kekal di hidupmu?
Hanyalah kasih tak akan lekang
Refrein
Tiada yang baka di dalam dunia,
S’gala yang indah pun akan lenyap.
Namun kasihmu demi Tuhan Yesus
sungguh bernilai dan tinggal tetap.
Janganlah sia-siakan waktumu,
hibur dan tolonglah yang berkeluh.
Biarlah lampumu t’rus bercahaya,
Muliakanlah Tuhan di hidupmu.
Sesungguhnya hidup adalah sebuah anugerah, yang dapat kita nikmati hanya Ketika kita masih memilikinya. Karena itu, yang terpenting, bukan berapa lama kita hidup, tetapi bagaimana kita mengisi dan menjalani hidup yang cuma satu-satunya dan yang sangat terbatas ini. Sesungguhnya yang terpenting bagaimana kita membuat hidup yang telah dianugerahkan Tuhan menjadi berarti dan bermakna, sehingga kita tidak hanya semata-mata hidup, melainkan sungguh-sungguh hidup dan memuliakan Tuhan.
Pdt. Frida Situmorang