Renungan Minggu GKI Samanhudi Sukacita Lahir

Renungan Minggu GKI Samanhudi

Sukacita Lahir

Sore itu, di sebuah halte Transjakarta yang padat, seorang ibu berdiri  sambil menggendong anaknya. Hujan deras membuat orang berdesakan.  Sementara bus tak kunjung tiba. Hiruk-pikuk suasana membuat  wajah sang ibu tampak letih dan sedih. Namun tiba-tiba anak kecil di  pangkuannya tertawa melihat genangan air yang memantulkan cahaya  lampu-lampu kota. Tawanya jernih, seolah tak peduli pada antrean  panjang dan keterlambatan. Senyum sang ibu pun ikut muncul, bukan  karena keadaan berubah, tetapi karena tertular sukacita sederhana dari  anaknya.

Sukacita sering hadir seperti itu: dari hal kecil dan sederhana, juga  tidak bergantung pada situasi. Namun, kita sering menunggu sukacita  datang. ”Setelah pekerjaan stabil, kesehatan membaik, urusan keluarga  selesai, masalah keuangan teratasi, nanti aku bisa bersukacita.” Ada pula  yang mencarinya lewat belanja, berlibur, atau makan enak.

Padahal yang ini hanya bertahan sekejap, sebelum tagihan datang atau  kesibukan kembali mengejar.  Sukacita sejati sebenarnya tidak mahal. Paulus menulis surat Filipi dari  tempat yang jauh dari nyaman: dari penjara gelap dan lembap. Namun  justru dari tempat itu lahir kalimat menggetarkan: “Bersukacitalah  senantiasa dalam Tuhan.” Kata “senantiasa” menegaskan  bahwa sukacita  sejati tidak lahir dari keadaan ideal. Ia juga bukan tawa kosong atau  pelarian,  melainkan keteduhan hati yang tetap bertahan meski badai  belum berlalu. Sesuatu yang membuat kita tetap berdiri ketika duka  mencoba menenggelamkan.

Di Adven Ketiga, gereja menyalakan lilin berwarna merah muda:  lilin sukacita. Ini mengingatkan bahwa Kristus datang membawa  sukacita bahkan ketika dunia masih kacau. Sukacita Adven berjalan  berdampingan dengan air mata, tetapi tidak ditelan olehnya. Kita bisa  menemukan sukacita ketika mengubah arah perhatian: bukan berkutat  pada apa yang belum kita miliki, tetapi mensyukuri anugerah kecil yang  Tuhan berikan setiap hari. Kita tidak perlu menunggu keadaan sempurna  untuk tersenyum.

Ada seorang pria yang bangkrut akibat pandemi. Bisnisnya runtuh,  tabungannya habis, dan masa depan terasa gelap. Suatu sore, putri  kecilnya mengajaknya naik ke atap rumah. “Ayah, ayo lihat matahari  tenggelam. Cantik sekali.” Ketika memandang langit yang berubah warna,  sang ayah merasakan ketenangan mengalir. Dengan napas panjang ia  berbisik, “Hidup masih berjalan. Aku masih dijaga. Tuhan belum selesai.”  Dan dari ketenangan itu, sukacita lahir!

Pdt. Juswantori Ichwan

Renungan Minggu GKI Samanhudi lainnya

logo_hitam_gki_samanhudi

Jl. H. Samanhudi No. 28, Jakarta 10710
021 – 344.8780
021 – 384.4553 / 344.8779 – 1
021 – 380.3229
gkisamanhudi.sekretariat@gmail.com
gkisamanhudi.bag.umum@gmail.com

PERSEMBAHAN
qris-gki-samanhudi

Bank Mandiri
119-0002011714
Cabang Krekot a.n GKI Jabar Samanhudi

BCA
001.303.3398
Cabang Asemka a.n GKI Jabar
Atau Scan QR code untuk M-Banking BCA

Persembahan untuk pembangunan gedung
BCA
001.303.6761
Cabang Asemka a.n GKI Jabar