natal-ibu-ukraina-berteriak-dengan-chairil-anwar
Bagian IV. Hidup 1000 Tahun Lagi

Hai dunia, gembiralah Dan sambut Rajamu! Di hatimu terimalah Bersama bersyukur … Sayup-sayup lagu itu terdengar dari gereja. Ini hari Natal. Sudah 2000 kali aku merayakan Natal. Salju tebal terlihat dari jendela. Seperti pada pagi kunjungan orang majus ke rumahku dulu. Tak terasa, sudah 2000 tahun aku mengunjungi anak-anak di berbagai negeri. Membawa kegembiraan raja yang baru dilahirkan itu dengan memberi mainan lipat kertas, bercerita dan bernyanyi.

Dengan berbuat begitu aku merasa jadi orang berguna. Sejalan dengan profesiku. Aku mengempu mata pelajaran Pedagogi Anak di Universitas Kyiv. Di ruang kelas terpasang gambar besar wajah anak-anak dengan ras dan warna kulit berbeda. Di bawahnya ada moto : “Anak adalah yang Empunya Masa Depan”. Itu pun keyakinan Yesus. Ia berkata “Anak adalah yang empunya Kerajaan Allah” ( Mrk. 10 : 14 ). Masa depan yang dibawa Yesus adalah Kerajaan Allah, yaitu peradaban saling hargai, saling akui, dan saling terima sesuai dengan teladan Sang Raja.

Lalu Yesus menerangkan bahwa langkah untuk terhisab dalam Kerajaan Allah adalah langkah yang ditempuh anak-anak yaitu “menyambut Kerajaan Allah” (ay. 15) atau membuka diri. Apakah setelah dua ribu tahun ini peradaban tersebut sudah terlaksana? Uh, masih jauh! Masa depan anak justru semakin suram. Ini gambaran demografisnya. Jumlah penduduk tambah banyak.

Lahan bercocok tanam menyusut. Pangan berkurang. Anak-anak kurangnutrisi. Putus sekolah. Rebutan lapangan kerja. Kekerasan dalam rumah tangga. Rusuh dan perang. Ekologi makin rusak. Cuaca ekstrem makin sering. Siapa yang paling jadi korban? Anak-anak. Oleh sebab itu tiap anak perlu dibekali mental berjuang mempersiapkan hari depan. Tak soal anak itu miskin, yang penting dia kaya idealisme. Tak soal ekonominya rendah, yang penting konsep dirinya tinggi. Asal mau berjuang, belalang pun bisa menjadi elang. 

Mendorong anak bertumbuh ke arah itu adalah apa yang kita semua perlu lakukan. Aku bangga, bahwa Dewan Gereja Asia menerbitkan buku Children of Asia dalam rangka Tahun Internasional Anak 1979. Ternyata buku itu mendapat penghargaan UNICEF karena berhasil membumikan jiwa Deklarasi PBB tentang Hak Anak. Juga kejutan bagiku bahwa ternyata salah satu penulis buku itu adalah si bocah ketus dari Bandung itu.

Buku tersebut ditulis untuk gereja lokal. Tujuannya agar tiap gereja local berjiwa ramah anak. Artinya, memahami jiwa anak. Memberi kesempatan memadai kepada anak untuk bermain dan membaca. Menerima anak yang difabel. Mendahulukan anak untuk ditolong saat bencana. Memberdayakan anak untuk jadi orang berguna. Tidak meneladankan anak dengan sikap membenci teman, tetangga, atau siapa pun.

Berlaku setara kepada tiap anak tanpadiskriminasi etnik, agama, seks, latar belakang, atau apa pun. Perhatikan bahwa tiap butir Deklarasi Hak Anak itu mengandung nilai-nilai kristiani. Oleh sebab itu, Deklarasi Hak Anak tercakup dalam Pendidikan Agama Kristen (PAK) Anak/Remaja. Sepuluh tahun setelah Tahun Internasional Anak 1979 tersebut, PBB menjabarkan Deklarasi Hak Anak itu menjadi Konvensi Hak Anak terdiri atas 54 pasal. Lagi-lagi kejutan bagiku bahwa ternyata bocah ketus dari Bandung itu menjelaskan isi Konvensi Hak Anak dengan keempat prinsip dasarnya dalam tulisan dia berjudul “Hak Anak” di buku Selamat Bergereja.

Sudah 2000 tahun gereja bekerja,namun yang perlu dikerjakan masih banyak. Sudah 2000 tahun aku memprihatini tugas ini, namun tugasku malah makin banyak. Semua itu berawal dari ajakan para majus untuk mencari raja yang baru dilahirkan. Sudah 2000 tahun, namun aku akan terus mencari “Raja yang baru dilahirkan” dalam diri “tiap anak yang hina dan miskin” itu.

Aku berjalan ke pintu. Kubuka pintu. Angin dingin menerpa. Di depanku terhampar padang rumput yang luas. Aku menengadah ke langit. Lalu, bersama Chairil Anwar, berteriaklah aku senyaring-nyaringnya, “Aku mau hidup 1000 tahun lagi! Ya, 1000 tahun lagi!”

Andar Ismail

Renungan lainnya