
Dalam perjumpaan Yesus dan Marta di tengah duka kematian Lazarus, kita menyaksikan suatu dialog iman yang menggetarkan. Marta datang kepada Yesus dengan pengakuan iman yang sudah mapan secara doktrinal: bahwa Lazarus akan bangkit pada hari terakhir. Jawaban Marta menunjukkan bahwa ia memiliki pemahaman teologis yang benar, namun masih berada dalam ranah pengharapan masa depan.
Yesus, dalam belas kasih dan kuasa-Nya, tidak hanya meneguhkan pengharapan Marta, tetapi juga menggiringnya kepada suatu pengenalan yang lebih dalam dan personal tentang siapa Dia sebenarnya. “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (ayat 25). Di sini, Yesus tidak berbicara tentang kebenaran yang akan datang di kemudian hari, tetapi tentang realitas hidup yang hadir sekarang melalui diri-Nya.
Respon Marta setelah mendengar perkataan Yesus memperlihatkan proses peneguhan iman yang indah. Ia berkata, “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.” (ayat 27). Dalam teks Yunani, Marta menggunakan kata kerja πεπίστευκα (pepisteuka), bentuk present perfect dari πιστεύω (pisteuō) yang berarti “aku telah percaya dan masih percaya hingga kini.” Tensis perfect di sini menyiratkan bahwa iman Marta bukanlah momen sesaat, melainkan sebuah keyakinan yang telah tertanam dan terus berlanjut. Ini menunjukkan suatu keyakinan yang telah melalui proses dan telah menjadi fondasi hidupnya.
Iman yang meneguhkan bukan hanya iman yang hafal kebenaran, tetapi iman yang tumbuh dalam relasi. Dalam pengalaman duka, pertanyaan, dan keterbatasan pengertian, Yesus hadir dan memperbarui pemahaman kita tentang siapa Dia. Di sanalah iman diteguhkan, bukan karena semua pertanyaan dijawab, tetapi karena kita bertemu dengan Pribadi yang adalah kebangkitan dan hidup itu sendiri.
Dalam hidup kita yang penuh dengan ketidakpastian dan kehilangan, iman seperti Marta menjadi teladan: iman yang mungkin bermula dari pengertian yang terbatas, namun diteguhkan dalam perjumpaan dengan Kristus. Kiranya kita pun berani membuka hati di tengah duka dan pergumulan agar iman kita diteguhkan oleh Dia yang hidup dan memberi hidup.
Pdt. Peter Abet Nego