pengampunan-tanpa-batas

To err is human kata Alexander Pope, seorang penyair Inggris terkenal abad 18. Membuat kesalahan itu manusiawi. Artinya, setiap orang dapat melakukan kesalahan yang menyebabkan relasi dengan sesama menjadi buruk atau rusak bahkan dapat terputus. Pemulihan untuk relasi yang demikian adalah keniscayaan, dapat terjadi jika pengampunan diberikan. Hanya itu caranya.

Inilah masalahnya, pemberian pengampunan kepada sesama seringkali memiliki batas. Ketika kesalahan yang dilakukan terjadi berulang-ulang maka pengampunan menjadi sulit diberikan. Pertanyaan Petrus kepada Yesus dalam Matius 18:21, “… berapa kali aku harus mengampuni saudaraku … Sampai tujuh kali?” memperlihatkan batasan yang umumnya diberikan bagi sebuah pengampunan. Jawaban Yesus kepada Petrus pada ayat 22, “….. Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” merupakan pengajaran penting tentang sejatinya sebuah pengampunan, yaitu tanpa batas. Dasar dari pengampunan tanpa batas ini adalah pengampunan Tuhan kepada kita.

Keberdosaan manusia sangatlah besar dan tak terampunkan, sebagaimana yang Yesus gambarkan melalui perumpamaan hamba yang berutang 10.000 talenta. Hamba itu tak akan mampu membayar utangnya karena terlalu besar. Sang Raja yang berbelas kasih lalu membebaskan sang hamba dari semua utangnya. Betapa besarnya anugerah pengampunan itu.

Namun, ironis, hamba tersebut tidak memiliki rasa syukur dan terima kasih yang dalam, yang memampukannya melakukan yang sama juga kepada sesamanya. Hamba lain berhutang hanya 100 dinar, jumlah yang relatif sangat kecil dibandingkan hutangnya yang telah dibebaskan sang raja. Ia malah memasukkan kawannya itu ke penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Tindakannya membuat sang raja sangat marah dan langsung menyerahkannya kepada algojo-algojo sampai ia melunaskan seluruh utangnya.

Tuhan Yesus, lewat perumpamaan-Nya mengingatkan tentang keberdosaan kita yang begitu besar, tetapi telah diampuni-Nya. Hutang kita yang tak terbayarkan telah dibayar lunas oleh Tuhan sendiri. Kasih-Nya begitu besar, setinggi langit di atas bumi dan pengampunan-Nya begitu sempurna seperti jauhnya timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita (Mazmur 103:11-12). Kesadaran ini seharusnya mendorong kita untuk juga memberikan pengampunan kepada sesama, pengampunan yang tanpa batas, seperti yang telah kita terima dari Tuhan sendiri. Sesungguhnya, seseorang yang sadar betapa dirinya telah diampuni oleh Tuhan, akan bersedia mengampuni sesamanya tanpa batas pula. Pada prakteknya hal ini memang tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Inspirasi dari kisah Alkitab dalam diri tokoh Yusuf dan kisah nyata tokoh dunia Nelson Mandela memperlihatkan bahwa pengampunan tanpa batas adalah sebuah keniscayaan. Kita dapat mengampuni, belajar mengampuni tanpa batas, karena kita telah terlebih dahulu menerima pengampunan tanpa batas dari Tuhan.

Pdt. Frida Situmorang

Renungan lainnya