
Teknologi digital hampir pasti tidak dapat dipisahkan dari kehidupan modern. Ia dapat dikatakan sebagai salah satu pilar kehidupan modern. Setiap individu modern seolah “bergantung” pada dunia digital, sederhanya gadget (smartphone; ponsel pintar). Selama dua dekade terakhir, perusahaan media sosial telah meraup keuntungan sangat besar dari waktu dan perhatian kita. Sebagian besar dari kita menikmati manfaat dari inovasi internet tanpa mempertimbangkan secara serius untuk mengurangi risiko yang ditimbulkannya terhadap kesejahteraan sosial dan mental kita. Ponsel pintar telah mengubah pengalaman orang-orang terhadap dunia dengan menyediakan koneksi yang selalu ada ke dalam pola percakapan dan gangguan yang terus-menerus. Semakin lama, ponsel pintar mendikte bagaimana kita berperilaku dan bagaimana kita merasa, dan entah bagaimana memaksa kita untuk menggunakannya lebih dari yang kita anggap sehat, sering kali dengan mengorbankan aktivitas lain yang kita anggap lebih berharga. Sebagai pengguna media sosial, kita seperti “penjudi” setiap kali memposting. Apakah akan mendapat like, sebuah tanda kesenangan semu atau apakah postingan akan merana tanpa ada umpan balik atau tidak.
Pada titik inilah kita perlu menyadari secara sungguh bagaimana teknologi digital memengaruhi kita dengan begitu kuat, “merampas” banyak hal berharga dengan cara menyibukkan pikiran dan perhatian. Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan apa yang disebut sebagai digital detox (detoks digital; membuang racun-racun digital).
Dengan semakin meningkatnya ketergantungan pada teknologi, banyak orang mulai menerapkan digital detox untuk mengelola kesehatan mental. Digital detox adalah upaya mengurangi atau menghentikan sementara penggunaan perangkat digital seperti ponsel, komputer, dan media sosial untuk memperbaiki kesejahteraan mental, fisik, dan emosional. Banyak orang mengalami kecanduan digital, yang ditandai dengan terlalu banyak waktu yang dihabiskan di depan layar (screen time) hingga berdampak negatif pada kesehatan mental dan hubungan sosial. Detox digital bertujuan untuk mengurangi stres, meningkatkan fokus, dan memperbaiki hubungan antar pribadi dengan memutus keterikatan sementara dari perangkat digital.
Terhadap fenomena ini, Cal Newport membahas konsep hidup yang fokus dan teratur di tengah hiruk-pikuk dunia digital dalam bukunya Digital Minimalism: Choosing a Focused Life in a Noisy World. Dalam Digital Minimalism, Newport menguraikan hubungan yang lebih sehat dan lebih produktif dengan teknologi di mana focus yang lebih besar ditempatkan pada pendefinisian bagaimana kita menggunakan produk dan layanan digital ini untuk secara sengaja meningkatkan hal-hal yang paling kita hargai dalam hidup. Newport mengajukan tiga prinsip penting yaitu: pertama, kekacauan itu mahal. Perangkat, aplikasi dan layanan yang terlalu banyak dapat mengacaukan waktu dan perhatian kita. Segala hal dalam hidup tidak hanya menghabiskan uang, tetapi juga waktu kita. Kedua, optimalisasi itu penting. Penting untuk berpikir secara hati-hati dalam bagaimana kita menggunakan teknologi.
Tidak hanya memutuskan bahwa teknologi tertentu mendukung sesuatu yang kita hargai, tetapi juga melihat berbagai fitur yang dapat digunakan secara cermat untuk melayani nilai-nilai tertentu sehingga kita akan menghabiskan sedikit waktu secara efisien. Ketiga, kesengajaan itu memuaskan. Ada kepuasan dalam bersikap lebih serius tentang bagaimana kita terlibat dengan teknologi baru. Mulai dengan hal-hal yang paling kita hargai, lalu bekerja mundur untuk bertanya apakah teknologi baru tertentu lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaatnya sehubungan dengan nilai-nilai tersebut. Tindakan memilih perangkat yang tepat akan mendatangkan kepuasan.
Dalam rangka digital detox, salah satu bagian yang penting dalam Digital minimalism adalah berdiam dalam keheningan; menghabiskan waktu dalam kesendirian. Semua masalah manusia bermula dari ketidakmampuannya untuk duduk diam di dalam ruangan sendirian. Kesendirian adalah kondisi subjektif di mana pikiran kita bebas dari masukan pikiran orang lain. Kesendirian mengharuskan kita untuk tidak bereaksi terhadap informasi yang dibuat oleh orang lain dan sebaliknya berfokus pada pikiran dan pengalaman kita sendiri—di mana pun kita berada. Kesendirian yang ditawarkan oleh Newport dapat menjadi semacam retreat bagi kehidupan pribadi. Menarik diri dari kebisingan dan kekacauan digital yang mengakibatkan kita “kehabisan” waktu dan memberi perhatian secara serius pada hal-hal yang sungguh berharga.
Dalam kehidupan spiritual, menarik diri atau retreat adalah bagian dari disiplin rohani untuk menata ulang pengalaman batin bersama Tuhan dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat membantu kita menjaga keseimbangan antara dunia digital dan hubungan dengan Tuhan, serta mengingatkan pentingnya menyisihkan waktu untuk fokus pada pertumbuhan spiritual dan hubungan dengan orang lain. Di tengah ketergantungan pada teknologi, digital detox menawarkan cara untuk kembali menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan sehari-hari, melampaui gangguan yang ada.
Yesus dalam Markus 6:31 menasihati murid-murid-Nya untuk “menyepi” ke tempat yang sunyi untuk beristirahat dan berdoa. Di sana dikatakan, “…Marilah menyendiri ke tempat yang terpencil dan beristirahatlah sejenak” (TB2). Dalam bagian lain, kita menemukan Yesus menyepi dan berdoa, bahkan pagi-pagi benar Ia memisahkan diri dari murid-Nya untuk berdoa (Markus 1:35). Ini mengingatkan kita untuk secara teratur mencari ketenangan dan beristirahat dari hiruk-pikuk kehidupan dunia, termasuk dari dunia digital yang ramai. Ajaran Yesus ini menggarisbawahi pentingnya waktu untuk menyepi, bukan hanya untuk memulihkan kekuatan fisik tetapi juga untuk menyegarkan batin melalui waktu bersama Tuhan. Dalam konteks modern, prinsip “menyepi” bisa diadaptasi dengan melakukan digital detox, yaitu beristirahat dari gangguan digital yang terus-menerus. Teknologi, seperti media sosial dan pesan instan, dapat menghambat waktu kita dalam merenungkan Firman Tuhan dan berdoa. Dengan mengambil waktu “menyepi” dari dunia digital, kita bisa focus mendekatkan diri kepada Tuhan tanpa distraksi yang memecah konsentrasi.
Dalam rangka digital detox, beberapa hal yang dapat diupayakan, antara lain mengatur batasan waktu layar, zona bebas gadget, menonaktifkan notifikasi, dan mengganti kegiatan digital dengan aktivitas lain yang dapat menghubungkan kita dengan keluarga dan orang terdekat secara berharga.
Pdt. Semuel Akihary