haul-pak-andar

Banyak orang salah paham tentang nama Ismail. Ada yang berkata, “Itu nama Arab.” Atau, “Itu julukan jelek, yaitu keledai liar.” Salah paham itu pertama-tama disebabkan karena orang mengira bahwa yang Bernama Ismail dalam Alkitab hanyalah satu orang, yaitu anak Abraham dan Hagar. Padahal dalam Alkitab ada banyak orang lain yang bernama Ismail. Ini beberapa contohnya. Pertama, ayah seorang hakim yang memenuhi kualifikasi “takut akan TUHAN, setia dan tulus hati” di Yerusalem (lih. 2 Taw. 19:8-11). Kedua, seorang pemimpin pasukan Yehuda (lih. 2 Taw. 23:1). Ketiga, seorang imam yang turut membangun bait Allah (lih. Ezr. 10:22). Keempat, seorang perwira tinggi (lih. Yer. 40:8 – 41:16). Dan banyak lainnya.

Memang benar yang lebih dikenal adalah Ismail anak Abraham dan Hagar. Namun, tentang ini pun ada banyak salah paham. Ada yang menafsirkan bahwa Ismail anak Hagar tidak meneruskan garis keturunan Abraham, padahal eksegese teks asli Kejadian 21:12-13 menunjukkan garis ganda keturunan. Eerdman’s Dictionary of the Bible menegaskan (terj.), “Meskipun Abraham mempunyai banyak putra lain, namun hanya Ismail dan Ishak yang mendapat keistimewaan sebutan putra.”

Selanjutnya, ada yang menafsirkan bahwa Ishak dan Ismail kemudian menjadi seteru. Anggapan itu keliru, sebab kedua saudara itu sama-sama memakamkan ayah mereka (lih. Kej. 25:9). Dalam budaya Yahudi itu merupakan tanda keakraban saudara sekandung. Juga keturunan mereka tidak berseteru. Seorang keturunan Ismail menjadi panglima pasukan Daud (lih. 2 Sam. 17:25), seorang lagi menjadi kepala pengawas unta-unta keluarga kerajaan Daud (lih. 1 Taw. 27:30).

Ada pula salah tafsir atas ungkapan “keledai liar”, “tangan melawan” serta “menentang” di Kejadian 16:12, padahal dalam budaya Yahudi itu merupakan pujian sifat tangguh. Sejarah Yahudi menunjukkan bahwa keturunan Ismail pada umumnya diterima secara baik sebagai bagian anak bangsa. Namun, ada saja orang yang berprasangka. Ada orang Yahudi yang menganggap Sarah dan Ishak sebagai lambang kebebasan anugerah, sedangkan Hagar dan Ismail sebagai lambang perbudakan dosa. Ketika mengecam Gereja Kristen Yahudi di Galatia yang kembali menjalankan Taurat, Rasul Paulus terpengaruh oleh lambang itu dan mengibaratkan mereka sebagai Ismail yang “hidup menurut daging” sedangkan Gereja Kristen Yahudi yang meninggalkan Taurat disebut sebagai Ishak yang “hidup menurut roh” (lih. Gal. 2:15 – 5:26).

Dua puluh abad kemudian prasangka itu dibesar-besarkan dengan menyebarkan anggapan bahwa Ishak dan Ismail adalah seteru, bahwa keturunan Ishak adalah bangsa Yahudi yang beragama yahudi sedangkan keturunan Ismail adalah bangsa Arab yang beragama Islam, dengan kesimpulan bahwa kedua bangsa dan agama itu Adalah seteru. Anggapan itu sama sekali tidak punya dasar historis.

Para pengarang kejadian secara eksplisit menghargai Ismail dalam sejarah Yahudi, dengan mencatat bahwa Ismail disunat bersamaan dengan Abraham (lih. Kej 17:26). Budaya Yahudi menilai putra yang disunat bersamaan dengan ayahnya sebagai putra utama. Pengarang juga mencatat bahwa janji berkat Allah berlaku atas Ismail (lih. Kej. 21:13) lalu menyimpulkan pasal itu dengan ungkapan “Allah menyertai anak ini” (Kej. 21:20). Tetapi banyak orang kurang mengerti dan menganggap Ismail sebagai “warga negara kelas dua”.

Lalu mengapa saya mengganti nama menjadi Ismail? Ini penjelasannya. Setiba di Wisma Sending Oegstgeest setelah mengurus penggantian nama di KBRI Den Haag, seorang mantan guru saya yang pernah menjadi sendeling puluhan tahun di Indonesia berkomentar, “Saya mengerti Orang Tionghoa di Indonesia diperlakukan seperti Ismail, seperti warganegara kelas dua. Padahal saya tahu banyak orang Tionghoa berjasa untuk masyarakat. Ismail juga anak bangsa Allah dan janji Allah berlaku atas

dia. Tetapi prasangka itu, ya saya lihat sendiri diskriminasi itu.” Ternyata sendeling itu bisa membaca pikiran saya. Memang itulah latar belakang mengapa saya memilih nama Ismail. Nama itu saya pilih sebagai sebuah tangis dan teriak atas diskriminasi. Kemudian sendeling tua itu berkata lagi, “Nama Ismail punya arti yang dalam: Yishmael, Allah mendengarkan. Yishmael, Allah sedang mendengarkan …”

*Dalam Alkitab terbitan LAI ditulis: Ismael

(Andar Ismail; Buku: Selamat Mewaris – 33 Renungan tentang Pusaka Hidup)

Renungan lainnya