Ada sebuah cerita Yunani tentang seorang pemuda yang mendatangi Aristoteles seorang yang bijak. Pemuda ini hendak menguji hikmat filsuf yang terkenal tersebut. Ia membawa seekor anak burung yang ia sembunyikan di balik punggung. Kemudian ia bertanya kepada Aristoteles, “Menurut Anda, apakah anak burung ini hidup atau mati?” Pemuda tersebut berpikir, jika jawabannya mati, maka ia akan melepaskan burung tersebut, tetapi jika menjawab hidup, maka ia akan mencekik anak burung tersebut.
Sambil tersenyum, Aristoteles menjawab, “Anak muda, hidup mati burung itu ada dalam genggaman tanganmu. Jika engkau menghendaki hidup, maka burung itu pasti hidup, jika engkau menghendaki mati, maka burung itu akan mati.” Makna dari cerita tersebut adalah bahwa hidup diperhadapkan kepada kebebasan dalam memilih, menentukan dan memutuskan tujuan hidup.
Dalam Ulangan 30:15-20, umat Israel diperhadapkan kepada dua pilihan, memilih kehidupan atau kematian. Memilih kehidupan berarti memilih untuk mengasihi Allah dan mengikuti perintah, ketetapan dan peraturan-Nya. Sebaliknya, memilih jalan kematian dan kecelakaan berarti menjauh dari Tuhan dan mengabaikan perintah, ketetapan dan peraturan-Nya. Allah memperhadapkan pilihan kepada umat-Nya, kehidupan dan keberuntungan versus kematian dan kecelakaan. Taat dan patuh kepada Tuhan atau menolak mendengarkan Tuhan dan memilih beribadah kepada ilah lain.
Memilih untuk taat berarti melakukan dua hal sekaligus, yaitu mengasihi Tuhan Allah dan hidup menurut jalan yang dikehendaki-Nya sehingga ada kehidupan yang baik. Sebaliknya, memilih tidak taat kepada Tuhan berarti ada konsekuensi mengalami kehancuran karena terpisah dari Allah. Oleh sebab itu, Musa dengan tegas menyatakan agar umat Israel memilih kehidupan.
Apa yang dialami oleh orang yang memilih kehidupan? Mereka disebut sebagai orang yang berbahagia karena memegang peringatan-peringatan-Nya, mencari Tuhan dengan segenap hati, tidak melakukan kejahatan, hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan-Nya (Maz 119:1-8). Dengan demikian, tidak lagi menuruti jalan dunia yang sering membawa kepada kehancuran dan kematian.
Memilih kehidupan berarti kita mau merawat kehidupan dengan cara hidup yang benar, yaitu membangun relasi dengan semua orang, termasuk dalam hidup berkeluarga. Relasi yang baik antara suami istri, orang tua dan anak. Demikian pula relasi dengan mertua atau menantu bahkan relasi dengan keluarga besar. Maka akan terjalin relasi yang sehat dan tertib dalam membangun kehidupan. Bukan sebaliknya: menghancurkan dan mematikan!
Sebagai manusia, kita hidup bukan hanya di dunia. Kita memiliki dimensi kekal. Ketika kita memilih dan mengikut Kristus Jalan Kebenaran dan Hidup, maka kita mendapat jaminan kehidupan kekal. Pilihan tersebut mengandung konsekuensi, bahwa dalam mengisi hidup di dunia yang sementara ini, Tuhan menghendaki agar hidup kita seturut dengan firman-Nya. Kita dipanggil untuk hidup berdamai dengan semua orang, maka kita akan mendatangkan kebaikan dan berkat bagi orang lain bahkan bagi alam semesta!
Memilih kehidupan berarti kita memilih hidup yang berkualitas, menyenangkan hati Tuhan melalui ketaatan kita pada firman-Nya, sebagai pembawa damai dan tidak merugikan orang lain. Memilih kehidupan di dalam Tuhan, berarti kita siap untuk membayar harga, yaitu melakukan kehendak Tuhan, menyangkal diri, rendah hati dan siap berkorban. Dalam Matius 7:21 dikatakan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.”
Pdt. Em. Iwan Tri Wakhyudi