
Renungan warta minggu ini mengambil tema “Konflik yang membawa kebahagiaan”. Ini merupakan tema yang menarik, karena setiap manusia pasti pernah merasakan adanya suasana konflik. Apakah itu di dalam keluarga, orang tua dengan anak-anak, sesama anak-anak, orang tua dengan teman-temannya, juga di lingkungan seperti kantor, pekerjaan pasti sering terjadi yang namanya konflik.
Apa itu artinya konflik? Konflik adalah perbedaan persepsi dari kedua belah pihak, sehingga mereka merasakan sesuatu ketidaknyamanan, karena secara batin tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh pihak lain. Contoh orang tua dengan anak, mungkin anaknya memasuki masa remaja, sering pulang malam, sering pulang telat, orang tua mulai kuatir dan menegur anaknya, dan anaknya merasa tidak puas “wong saya pergi sama teman-teman koq ditegor, kenapa?” Jadi ada sesuatu hal yang saling tidak cocok.
Apakah hal tersebut hanya terjadi pada saat ini saja? Saya kira tidak! Kalau kita membaca dari kitab perjanjian lama, sejak jaman dahulu Abraham dan Lot memiliki masing-masing gembala dan juga kawanan biri-biri ataupun kambing domba. Mereka dalam kesehariannya mencari makan, mencari daerah-daerah yang paling baik, yang rumputnya hijau, yang sangat baik untuk ternak. Dan mereka saling bersaing, sehingga terjadilah konflik-konflik antara para gembala, karena masing-masing mau mengutamakan hasil terbaik dari ternak yang mereka gembalakan. Inilah yang terjadi, sehingga akhirnya Abraham dan Lot menyadari hal tersebut. Apakah mereka diam saja? Tidak! Ternyata mereka bisa bicara dengan baik-baik. Dan Abraham dengan jiwa besar memberikan pilihan kepada Lot, tanah bagian mana yang dipilih oleh Lot dan tanah yang tidak dipilih itu akan dipakai untuk gembalanya Abraham. Akhirnya mereka mencapai suatu kesepakatan dan para gembala bisa hidup berdamai dan saling bekerja pada bidang masing-masing.
Apa yang dapat kita pelajari dari kisah tersebut? Bahwa konflik itu harus dibicarakan, konflik itu harus diungkapkan, kemudian sesudah diungkapkan, maka konflik itu dicari penyelesaiannya. Sehingga dengan demikian, akhirnya akan ada sesuatu yang saling membahagiakan. Tidak merupakan pertentangan yang makin lama makin dipertajam.
Itulah yang juga harus kita lakukan, bahwa kalau ada konflik-konflik, kalau ada perbedaan persepsi, perbedaan pendapat, harus terbuka antara suami istri, anak-anak dengan orang tua harus diajak bicara, harus disampaikan oleh kedua belah pihak. Jadi kita harus bisa mendengar bukan hanya sepihak saja kita mencela ataupun menyalahkan orang, tapi kita juga harus bisa menerima dan mendengarkan alasan-alasan dari pihak yang menurut kita tidak baik atau tidak benar. Siapa tau dibalik itu semua, ada hal-hal yang sebenarnya positif, yang harus bisa kita terima. Sehingga akhirnya kita bisa mendapatkan suatu penyelesaian yang baik dan pada akhirnya dari konflik itu kita justru akan bisa hidup lebih berdampingan, lebih mengerti, lebih mengenal, dan ini merupakan suatu hal yang positif.
Apalagi kita sebagai orang-orang Kristen, kalau kita menyimpan konflik atau menyimpan hal-hal yang tidak kita sukai, maka ini akan berkelanjutan menjadi dendam, menjadi ketidakcocokan, menjadi saling membenci. Tetapi kalau kita mau terbuka dan mau membicarakan hal-hal tersebut, maka itu akan menjadi sesuatu hal yang boleh dikatakan kompromi dan perdamaian. Sehingga kita saling mengerti bahkan boleh dikatakan naik kelas. Lebih mengerti akan permasalahan apa yang sebenarnya tidak perlu terjadi asal kita berjiwa besar untuk menerima hal tersebut.
Demikianlah sebagai anak-anak Tuhan, marilah kita belajar untuk bisa menghadapi konflik, jangan mempertajam konflik tersebut, tapi kita dapat membicarakannya secara baik-baik dan mencapai penyelesaiannya. Semoga konflik kalaupun itu terjadi dapat kita selesaikan dengan suatu kebahagiaan pada akhirnya.
Jahja Setiaatmadja