
Konon ada empat tahap proses belajar. Jika belum memiliki pengetahuan, belajarlah supaya memilikinya. Jika sudah memiliki pengetahuan belajarlah supaya menjadi pintar. Jika sudah pintar belajarlah terus supaya menjadi arif. Jika sudah memiliki kearifan, jangan berhenti; teruslah belajar sehingga menjadi orang yang memiliki spiritualitas. Ketika seseorang belajar sampai pada tahap keempat, yakni memiliki spiritualitas, maka semua kemampuan, pengetahuan, pengalaman yang dimiliki akan digunakan untuk kebaikan bersama. Orang-orang dalam kategori ini semakin rendah hati dan jauh dari keinginan akan pengakuan atau pujian. Mereka tidak terjebak untuk melihat orang lain lebih rendah.
Sebaliknya, mereka bahkan dapat terus belajar dari siapa pun dan apa pun yang ada di sekitar. Sayangnya, banyak orang berhenti pada tahap ketiga bahkan kedua. Jika diperhatikan, kunci dari proses belajar ini adalah ketekunan. Tekun, mampu mengalahkan apa saja dan siapa saja. Orang yang pintar dapat dikalahkan oleh mereka yang tekun. Dalam ketekunan, ada beberapa hal yang menarik untuk dicermati. Pertama, oleh karena ketekunan berkaitan dengan disiplin diri, maka seorang yang tekun tidak akan memberikan kesempatan bagi emosi negatif untuk hadir dalam pikirannya. Kesadadan pikiran merupakan energi bagi formasi mental seseorang. Oleh karena itu, penting untuk tidak membiarkan emosi negative (marah, kesal, putus asa, baperan, iri hati, dll.) hadir di dalam pikiran.
Hal menarik kedua dari ketekunan adalah kedamaian. Ketika emosi negatif mulai muncul dan hadir dalam diri, maka kita perlu tahu bagaimana mengolahnya. Ada banyak cara untuk menenangkan emosi negative tanpa harus berkonflik dengannya. Kita hanya perlu menenangkan diri, mengenali emosi-emosi negatif itu, tersenyum padanya dan mengundang sesuatu yang lebih baik (emosi-emosi positif: cinta kasih, memaafkan, kegembiraan, kebahagiaan) untuk hadir menggantikannya. Beberapa orang beralih kepada peristiwa-peristiwa atau kata-kata inspiratif; yang lain fokus pada musik; sementara yang lain menemukan emosi positif dalam literasi yang penuh makna. Semua upaya ini merupakan bentuk ketekunan untuk mempertahankan kedamaian dalam diri di tengah hiruk pikuk emosi-emosi negatif yang ada. Jika kita berada di lingkungan yang baik, sehat dan penuh kasih, kita memiliki banyak kesempatan untuk menumbuhkan emosi-emosi yang positif dan baik. Tantangannya adalah saat kita ada dalam lingkungan yang tidak mendukung, di sinilah ketekunan diri berjuang untuk terus menghidupi hal-hal baik agar tercipta kedamaian dan cinta bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungan di mana kita ada.
Hal ketiga dari ketekunan diri adalah berusaha untuk terus menjaga formasi positif ini dengan baik. Menjaga dan mempertahankan hal-hal baik menolong kita bertumbuh dan memiliki mental yang sehat. Bagian ini mensyaratkan proses belajar tanpa henti; keep going; terus melakukan dan menghidupi hal-hal baik, mewujudkan emosi-emosi positif dalam diri sehingga tidak terjebak dalam perangkap emosi negatif yang menghancurkan. Boleh jadi, ini yang disebut inner peace dalam film Kong Fu Panda.
Tiga hal menarik yang dijelaskan ini, pada satu sisi menegaskan pengertian dari ketekunan itu sendiri. Kata tekun atau perseverance berasal dari kata Yunani ‘hypomone’ yang secara harfiah berarti tetap tinggal, bertahan, tetap teguh. Kata ini dapat juga diartikan sebagai keberanian atau keteguhan hati dan ketekunan yang disertai kualitas kesabaran serta pengharapan dalam situasi sulit. kita mengerti bahwa emosi-emosi negatif dapat merupakan godaan yang menghambat pertumbuhan diri, kesehatan mental, sosial dan spiritual. Rasul Yakobus menasihatkan, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yakobus 1:2-4).
Pada titik inilah kita perlu terus membiarkan diri belajar dan terus belajar dalam ketekunan menumbuhkan dan menghadirkan hal-hal baik bagi diri dan komunitas (keluarga, pekerjaan, pergaulan, dan persekutuan) di mana Tuhan hadirkan; membiarkan emosi-emosi positif dan baik bertumbuh semaksimal mungkin. Melaluinya hadir juga pribadi-pribadi yang baik. Diri seperti inilah yang membawa banyak cinta dan kegembiraan dalam kehidupan, komunitas dan persekutuan. Dalam krisis dan kerapuhan hidup seperti saat ini, kita butuh terus menghidupi dan menghadirkan emosi-emosi positif dan baik agar hidup lebih bermakna. Selamat berjuang dalam ketekunan diri!
Pdt. Semuel Akihary