
Dalam Mazmur 131 : 1 – 3, Daud menulis sebuah nyanyian ziarah yang singkat dan pendek, akan tetapi memiliki makna yang begitu dalam untuk kita renungkan di dalam perjalanan hidup. Mazmur ini berbunyi ‘Tuhan , aku tidak tinggi hati dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya. Ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya’.
Mazmur ini begitu indah, karena lukisan yang digunakan di sini begitu unik. Pemazmur memakai lukisan kasih sayang Allah seperti seorang ibu yang sedang dalam proses menyapih, berada dalam situasi yang melepaskan anak itu dari air susu ibunya, supaya anaknya itu bisa makan makanan yang lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan hidupnya, itulah proses ‘maturity’. Perubahan jenis makanan itu bukanlah hal yang sederhana bagi sang bayi yang akan tumbuh. Suatu perubahan yang berat dan sulit. Ada perasaan bingung atau juga perasaan tertolak pada sang bayi. Ia bisa menangis tak henti-henti bermalam-malam, karena menginginkan susu ibunya, sampai suatu saat ia berhenti meraung dan meronta, ia berhenti sedih dan marah. Dia diam dan berbaring tenang di sisi ibunya.
Demikianlah halnya dengan hidup spiritual kita menjadi dewasa di dalam Tuhan. Itulah proses yang digambarkan oleh Pemazmur di sini. Apa yang dapat kita pelajari dari Firman Tuhan ini dalam konteks hidup kita sekarang ini? Kita belajar bahwa proses pendewasaan yang Allah kerjakan di dalam hidup kita dan seperti anak yang baru disapih bisa berbaring dengan tenang di sisi ibunya; kita juga dengan tenang dan tentram bisa membawa hidup kita mempercayai bahwa kasih Allah tak pernah berubah. Di tengah-tengah konteks kita mengalami setiap pergumulan hidup ini, membuat kita terus bertanya: ‘kapan semua ini akan berakhir?’ Keadaan itu dapat kita ilustrasikan seperti begini: kita sedang dalam perjalanan di hutan, lalu kemudian muncul seekor singa yang hendak menyerang kita, lalu kita lari bersembunyi di dalam goa. Lalu setelah beberapa waktu dalam goa, kita bertanya-tanya; ’kapan kita bisa keluar dengan aman?’ Menunggu singa itu ditangkap atau menunggu singa itu bosan, lalu pergi dengan sendirinya atau menunggu sampai ada yang bisa merantai atau membunuh singa itu. namun kita tak bisa menyamakan setiap pergumulan itu seperti singa, karena pergumulan itu tidak kelihatan ini sangat tidak nyaman dan memang bukan waktunya mencari kenyamanan. Kondisi ekonomi, sosial dan kesehatan sangat memprihatinkan.
Di tengah-tengah situasi dan kondisi yang ‘berat’ saat ini, inilah saat-saat yang sangat tidak mudah bagi kita semua. Saat inilah kita belajar dari Pemazmur, belajar mempercayakan diri kepada Tuhan. Sekalipun kita tidak tahu berapa panjang perjalanan dan seperti apa perjalanan yang harus kita lalui, tetaplah respond dan sikap hati kita berjalan dengan iman. Melalui peristiwa-peristiwa ini membuat kita berjalan dengan iman. ‘Mari kita beriman kepada Tuhan”, itu gampang dikhotbahkan, gampang dibicarakan atau dibuat bahan seminar. Namun waktu tiba saatnya Tuhan mengatakan bahwa proses pendewasaan itu nyata, seperti bayi yang disapih ibunya, ketika itulah kita bisa kecewa, bingung dan marah kepada Tuhan juga marah kepada siapapun.
Tetapi Pemazmur berkata,’biarlah aku tenang dan teduh seperti anak yang sedang dilepaskan dari susu ibunya’. Memang kita bisa terjebak dalam ketidak sabaran dan sangat emosional. Apalagi karena sepertinya doa-doa yang kita panjatkan itu sia-sia belaka. Semua doa dan permohonan memang bukan berarti lalu semua kesulitan dan penderitaan lenyap begitu saja; ada proses. Proses ini adalah sebuah proses yang Tuhan pakai untuk bertumbuh dan belajar menjadi dewasa di dalam Dia. Kita menangis sama dengan begitu banyak orang, kita juga meminta tolong kepada Tuhan dalam ketidakberdayaan kita. Inilah moment seperti kata Pemazmur; ‘aku tidak sombong, tidak merasa lebih bijaksana atau pintar dari yang lain’. Inilah moment kita tunduk dan teduh. Jika inilah saatnya Tuhan sedang menyapih kita, kiranya Tuhan meneduhkan dan menenangkan hati kita
Pdt. Em. Setiawan Oetama