
Kekuatan seorang influencer di era media sosial masa kini nggak main-main. Tidak sedikit orang yang bahkan berlomba-lomba untuk bisa menjadi seorang influencer. Bagaimana tidak? Konten sederhana pun bisa jadi uang, plus ia akan dikenal oleh banyak orang. Inilah hal yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Sesuai namanya “influencer”, semua materi sharing yang ia bagikan di media sosial secara langsung atau pun tidak akan memengaruhi orang yang melihatnya. Apalagi kalau sang influencer memang teruji dan dapat dipercaya. Orang-orang biasanya akan membeli barang yang direview bagus oleh sang influencer. Kalau nggak gercep alias gerak cepet, pasti kehabisan! Kalau ada influencer yang datang ke tempat makan tertentu dan bilang enak, pasti tempat makan itu jadi ramai pengunjung. Bahkan ada banyak orang yang rela mengantre berjam-jam hanya untuk mencicipi makanan yang sudah diapproved oleh influencer tersebut.
Predikat sebagai influencer tentu tidak didapatkan secara tiba-tiba. Nggak ada orang yang tiba-tiba percaya sama orang asing bukan? Menjadi influencer bukanlah sesuatu yang bisa diklaim hanya karena kita suka bermain media sosial. Agar bisa dipercaya, didengarkan pendapatnya, diikuti sarannya, mereka harus bekerja sangat keras! Secara konsisten menunjukkan passion dan kualitas diri mereka di bidang tertentu, dan bahwa mereka punya kualifikasi untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu. Mereka harus menunjukkan serangkaian pembuktian, bahwa mereka tidak hanya bicara saja, tapi juga memakai atau melakukan yang mereka katakan. Kepercayaan terhadap seseorang atau sesuatu, tidak pernah terjadi dengan tiba-tiba. Itu diupayakan, by design, untuk mencapainya.
Dalam kehadiran-Nya di tengah dunia, Yesus juga mengupayakan banyak hal untuk menyampaikan berita keselamatan. Secara konsisten Ia mengajar inti-inti Kekristenan dalam cara-cara yang bisa dimengerti (misalnya lewat perumpamaan), melakukan mukjizat-mukjizat, Ia bahkan menyampaikan kritik terhadap hal-hal yang dinilai nggak beres di zamannya. Yesus rindu agar melalui itu semua ada banyak orang percaya, dan mengikuti-Nya. Ia rindu agar banyak orang mengenal dan merasakan kasih-Allah yang menjadi penggerak utama seluruh karya-Nya. Dalam seluruh karya-Nya, Yesus menunjukkan kualifikasi yang lebih dari cukup untuk memberikan keselamatan. Nggak kebayang berapa banyak followers’ yang Yesus bisa miliki kalau Ia hadir secara fisik di zaman sekarang! Namun seberapapun besar upaya untuk memengaruhi, percaya atau tidaknya orang terhadap sesuatu atau seseorang, dikembalikan ke pribadinya masing-masing, karena itu bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Saat orang sudah percaya pada seorang influencer misalnya, ia akan cenderung menerima dan mengikuti. Begitupula sebaliknya, saat yang bersangkutan mengeraskan hati dan nggak percaya, kebenaran yang ada di depan mata pun bisa dianggap sebagai kebohongan.
Yesus rindu orang percaya, tapi Ia tidak mengemis untuk dipercayai. Yesus rindu orang mengikuti-Nya, tapi Ia tidak memaksa orang untuk ikut. Yesus rindu orang menerima kebenaran, tapi Ia tidak mau itu diterima secara membabi buta, namun sebaliknya dengan kesadaran. Dunia ini kadang lucu. Seorang influencer bisa begitu dipercaya dan memiliki tempat di hati followersnya, tapi Yesus yang menyelamatkan sering kali berakhir hanya dalam kepercayaan yang diterima dari segi pengetahuan saja. Tahu sih Yesus adalah Tuhan. Kita tahu Ia menyelamatkan. Kita paham Yesus mengasihi dunia, dan lain sebagainya, tetapi tidak banyak orang yang benar-benar mau “ikut”, mau menerima dan mempraktikkan saran-Nya, melakukan perintah-Nya, meniru teladan- Nya, dan setia untuk datang dan mendapatkan update dari-Nya.
Yesus adalah Tuhan yang kita nantikan kedatangan-Nya kembali. Melalui Minggu Adven yang pertama ini kita diajak untuk membuka hati, menerima Yesus sebagai Tuhan yang tentunya melampaui influencer biasa! Pilihlah dengan bijak siapa yang kamu terima atau percaya untuk memberi pengaruh terbesar dalam hidupmu.
Pdt. Maria W. Sindhu