
Saya mengenal Pak Andar tentu saja sejak saya mulai beribadah di GKI Samanhudi yaitu sekitar tahun 1980-an. Kesan saya beliau sebagai seorang pendeta yang penuh wibawa, terlihat serius dan kata-katanya tertata dengan baik pada saat berkhotbah maupun berbicara. Sampai kemudian pada tahun 2005 tepatnya pada tanggal 10 Juli 2005, sepekan setelah meninggalnya Pdt. Eka Darmaputera, saya mulai menulis untuk halaman muka Warta Jemaat, yaitu tulisan untuk mengenang berpulangnya Pdt. Eka Darmaputera dan ternyata ini direspon oleh Pak Andar dengan sebuah surat tulisan tangan beliau yang diletakkan di locker penatua. Sejak saat itulah saya merasa Pak Andar menjadi mentor, bahkan guru saya, ya guru dalam banyak hal, apakah itu dalam hal teologi sederhana, toleransi, humanisme dan sosiologi, namun tentu saja paling utama adalah guru dalam teknik menulis. Dalam tulisan-tulisan saya berikutnya, selalu saya perlihatkan dulu ke Pak Andar untuk dibaca dan dikoreksi bilamana perlu, sangat teliti beliau memperhatikan sampai titik koma, huruf kecil dan besar tidak luput dari pengamatannya. Beliau pada intinya mendorong saya untuk terus menulis di Warta Jemaat. Kritik dan saran selalu disampaikan beliau secara konstruktif.
Dari perkenalan dan relasi saya dengan Pak Andar, saya mulai bisa menandai sikap dan opininya dalam berbagai hal, bahkan untuk hal yang cukup sensitif serta dianggap tabu oleh sebagian masyarakat. Beliau tidak ragu untuk mengemukakan pendiriannya yang intinya berdasarkan ajaran Kristus sendiri yaitu Kasih, meskipun kemudian menimbulkan kontroversi pada umat. Pernah suatu saat saya sedang membaca buku karangan seorang Pendeta yang dianggap menyimpang dari ajaran-ajaran Gereja, namun respon Pak Andar kepada saya adalah bacalah terus dan jangan ragu, penulisnya adalah seorang yang pandai dan kritis, sebab hikmat dan akal budi kitalah yang akan memberikan penilaian dan judgement terhadap buku tersebut. Disini saya menilai Pak Andar punya prinsip hidup yang demokratis, silahkan tulis pendapat dan pendirian anda, dan biarkanlah pembaca yang menilainya.
Sosok Pak Andar di GKI Samanhudi tentu mempunyai tempat tersendiri, umat sering menunggu tulisannya di Warta Jemaat maupun khotbahnya. Keunikan Pak Andar juga sering saya dengar dari rekan-rekan Pendeta yang pernah menjadi mahasiswa-nya di STT Jakarta (sekarang STFT Jakarta). Dalam lingkup yang lebih luas Pak Andar memiliki pengaruh besar bagi umat Kristiani di Indonesia melalui karya-karya tulisnya yang sangat populer dan menjadi rujukan bagi banyak kalangan. Buku Seri Selamat sering menjadi inspirasi dan membantu banyak orang memahami Alkitab dan Iman Kristen. Tulisan-tulisannya dengan bahasa yang sederhana mudah dipahami oleh segala lapisan dan kalangan umat. Pak Andar sebagai seorang teolog senior berkontribusi pada pengembangan pemikiran teologis di Indonesia, dapat mengkomunikasikan konsep-konsep teologis dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti. Di kalangan gereja-gereja di Indonesia, nama Pak Andar juga sangat dikenal, bahkan dari banyak teman-teman saya yang non-GKI, setiap kali selalu menyebut nama Pak Andar dengan buku Seri Selamat-nya. Tulisan beliau membahas tentang kehidupan bergereja, bermasyarakat dan tentang kemanusiaan rupanya sangat berkesan bagi umat lintas Gereja. Pengakuan terhadap beliau juga ditandai pada terpilihnya beliau sebagai salah satu tokoh dalam “21 Tokoh Kristiani Inspiratif 2018” pilihan Majalah Narwastu.
Beberapa tahun yang lalu, seorang teman bertanya kepada saya sambil memegang salah satu buku Seri Selamat, katanya: Mengapa pendeta pengarang buku ini koq memakai nama Ismail? Sejenak saya berpikir mencari jawabnya, karena jujur saya sendiri belum tahu apa jawabannya, saya hanya menjawab, lho apa salahnya dengan nama itu, Ismail kan anak sulung Abraham, Bapak orang percaya yang dikenal sangat taat dan setia kepada Tuhan. Namun seperti banyak orang beranggapan bahwa nama Ismail itu kurang bernuansa Kristiani, akhirnya saya dapat menemukan jawabannya dalam tulisan Pak Andar yang berjudul “Tentang Nama Ismail” di buku Seri Selamat yang ke–16 yaitu Selamat Mewaris.
Esok hari tanggal 25 Agustus 2025 genap sudah satu tahun Pak Andar meninggalkan kita. Berbagai kenangan tentu akan kembali terlintas dalam pikiran umat, terkhusus umat di Gereja ini. Kita masing-masing punya pengalaman dan kesan tersendiri tentang Pak Andar, yang sudah meninggalkan tulisan-tulisannya yang berharga bagi kita. Buku Seri Selamat tidak salah lagi adalah warisan tak ternilai yang Pak Andar persembahkan untuk kita semua.
*Haul (al-haul : bhs. Arab) : setahun, seperti dalam konteks zakat atau peringatan hari wafat seseorang.
Eko Setiawan