aturan-emas

Dalam Injil Matius 7:12, Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah inti Taurat dan nabi-nabi.” Perkataan Yesus hendak mengingatkan para pengikut-Nya bahwa jika kita ingin diperlakukan baik, perlakukanlah orang lain juga dengan baik. Jika kita ingin dihargai, hargailah orang lain. Jika kita ingin dimengerti, mengertilah juga tentang orang lain dan jika kita ingin dihormati, hormatilah orang lain.

Pendek kata, apa yang kita ingin agar orang lain berbuat sesuatu kepada kita, maka perbuatlah juga kepada mereka. Sebagai murid-Nya, kita dipanggil untuk menjadi orang Kristen (baca: pengikut Kristus) yang aktif, bukan yang pasif. Artinya, jangan menuntut tetapi lakukanlah. Jangan menunggu, tetapi bergeraklah. Jangan meminta, tetapi berilah!

Aturan emas yang Tuhan ajarkan, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” adalah agar hidup kita diberkati. Sejujurnya, setiap orang pada dasarnya ingin agar hidupnya diberkati. Untuk itu, berkatilah orang lain, jadilah saluran berkat, maka berkat itu akan kita alami pula.

Kecenderungan manusia adalah egois. Mementingkan diri sendiri, tak mau peduli orang lain, menganggap diri paling benar dan suka menuntut orang lain agar melakukan sebagaimana yang dikehendakinya. Keadaan tersebut tentu saja akan memengaruhi relasi dengan orang lain. Maka tak heran jika pada akhirnya terjadi konflik. Hal itu dapat kita temukan dihampir seluruh segi kehidupan manusia, apakah di tempat kerja, di jalan raya atau bahkan di rumah tangga dan gereja.

Oleh karenanya, tenggang rasa sudah sulit ditemukan di tengah umat manusia yang semakin egois dan individualistik. Lalu bagaimana agar dalam kehidupan terjadi harmoni, teristimewa bagi kita selaku murid-murid-Nya? Bagaimana kita bersikap dalam berelasi dengan orang lain? Yesus mengajarkan dan menawarkan agar hidup kita lebih baik dan berkualitas.

Di bagian lain Injil-Nya (Matius 5:13-16), Yesus memanggil kita untuk menjadi garam dan terang dunia yang menunjukkan bahwa keduanya mempunyai sifat yang aktif, yaitu memengaruhi bukan dipengaruhi. Kecenderungan untuk menuntut orang lain digantikan dengan sikap memberi. Mengasihi dan melakukan terlebih dahulu bagi orang lain. Jangan berharap orang lain memberi dan mengasihi, jika kita sendiri tidak memberi dan mengasihi.

Melalui aturan emas-Nya, kita diingatkan tentang hukum tabur tuai, rasul Paulus menuliskan suratnya kepada jemaat Galatia (6:7), “….. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” Apa yang kita tabur, itu yang akan kita tuai. Jika kebaikan yang kita tabur, maka kebaikan pulalah yang kita tuai. Artinya, jika kita mau menuai yang baik, mengalami hal yang baik, maka kita harus menabur yang baik. Jika kita mau mendapat berkat, maka harus menabur berkat, menjadi berkat bagi orang lain.

Jika aturan emas yang Tuhan Yesus ajarkan dilakukan oleh semua orang percaya, maka bumi penuh kedamaian, karena satu sama lain orang akan saling menghargai, menghormati, mengasihi, memberi dan menerima. Bumi akan penuh dengan orang yang ingin saling mengutamakan. Tindakan saling mengutamakan adalah tindakan yang mulia karena pada dasarnya setiap orang ingin diutamakan. Demikian pula sikap tenggang rasa akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam relasi antar umat manusia.

Sebab itu, jika kita ingin mengubah dunia ke arah yang lebih baik, maka mulailah dari diri sendiri. Mulailah dari diri kita selaku murid-Nya. Seperti garam yang sedikit, tetapi aktif memengaruhi. Seperti terang yang walaupun kecil mampu mengusir kegelapan.

Pdt. Em. Iwan Tri Wakhyudi

Renungan lainnya