Bunga segar itu mahal dan harum saat dicelupkan di vas bunga yang berisi air. Namun ia akan layu walau pada awalnya tampak segar, indah dan harum. Ia tak kan tahan lama, seberapa mahalnya buket bunga segar itu, ia akan menjadi layu dan mati. Mengapa? Karena ia sudah dipotong dari sumber kehidupannya. Hidup iman dan rohani kita pun bisa menjadi layu dan mati jika terputus dari Sumber Kehidupan kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Dalam Injil Yohanes 15:1-8, Tuhan Yesus memberikan gambaran tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya yang melukiskan hubungan kita dengan Tuhan. Seperti ranting tidak dapat berbuah dengan sendirinya, demikian pula kita tak kan berbuah secara rohani jika tidak tinggal di dalam Dia, Sang Pokok Anggur sejati. Mengapa Tuhan Yesus memberikan gambaran tentang pokok anggur? Setidaknya ada dua alasan. Pertama, Israel selaku umat Allah, bangsa pilihan, bangsa yang mengenal Allah seringkali digambarkan sebagai kebun anggur yang tidak menghasilkan anggur yang diharapkan pemiliknya, yaitu Allah (Yesaya 5:4-7). Kedua, pohon anggur adalah tanaman yang sangat dikenal oleh orang Yahudi. Buah anggur adalah penghasilan utama mereka.
Jadi melalui gambaran tentang pokok anggur yang benar, Tuhan Yesus ingin mengajak dan mengingatkan para murid-Nya untuk hidup dalam Persekutuan dengan Kristus. Untuk melekat pada Dia dan menghasilkan buah, yaitu menjadi berkat bagi banyak orang. Oleh karena itu, kita dipanggil untuk tetap tinggal di dalam Dia. Allah menghendaki agar kita sebagai pengikut Kristus, sebagai umat Israel secara rohani, sebagai umat pilihan di dalam Kristus, kebun anggur Allah, hidup dalam persekutuan dengan Dia. Melekat pada Kristus selaku Pokok Anggur yang benar agar kita menjadi ranting yang sehat dan berbuah lebat. Itu berarti kita mempunyai makna hidup yang jelas, selalu mengutamakan yang primer bukan yang sekunder (perkara duniawi) dalam hidup ini.
Melakukan dan mengutamakan yang utama atau primer adalah ketika kita melakukan apapun, baik itu pekerjaan, profesi atau pelayanan hanya untuk Tuhan. Dengan demikian hidup akan menjadi berkualitas karena melakukan pekerjaan dan pelayanan dengan sungguh-sungguh. Jika hidup melekat pada Kristus maka kita ingin selalu melakukan yang baik bukan yang jahat, yang terbaik bukan asal-asalan. Kita seperti penyu, bukan seperti ayam. Apa beda penyu dan ayam?
Konon, jika penyu bertelur di pantai, mereka akan menggali lubang, telurnya bisa berjumlah puluhan, kemudian menutup lubangnya dan kembali ke laut. Saat bertelur pun keluar air mata. Penyu tidak ribut atau heboh saat bertelur walaupun telurnya banyak. Berbeda dengan ayam, jika bertelur, telurnya cuma satu tetapi berisiknya minta ampun. Se-RT atau se-RW bisa tahu kalau ada ayam bertelur, petak-petok!
Sebagai pengikut Kristus (baca: Kristen) seringkali kita seperti ayam. Dalam bekerja di kantor, atau di rumah sebagai ibu rumah tangga, heboh – sepertinya kita yang paling repot. Padahal hasilnya ya biasa-biasa saja. Dalam pelayanan, kita pun heboh, bersungut-sungut – seakan yang paling rajin – hasilnya ya, biasa-biasa saja! Tuhan menghendaki kita seperti penyu, buahnya banyak tetapi tetap rendah hati – tidak sombong – hasilnya dirasakan banyak orang. Seperti penyu, bekerja memberi buah, tidak cari nama, diam-diam tetapi buahnya banyak. Sebagai pengikut Kristus yang hidupnya melekat pada Kristus akan mengasihi Allah dan sesama.
Mari kita tunjukkan hidup yang penuh makna yang selalu menghasilkan buah yang baik. Mau terus dibentuk Tuhan Sang Pemilik hidup, sehingga kita menjadi orang Kristen yang berbuah, berkualitas dan selalu menjadi berkat.
Pdt. Em. Iwan Tri Wakhyudi