nemo-dat-quod-non-habet

Lee Jong-Rak adalah Pendeta di Korea yang cakupan pelayanannya berbeda dengan rekan-rekan sepelayanannya. Sebagai Pendeta, Lee mengabdikan dirinya dalam pelayanan kepada anak-anak cacat yang “dibuang” dan ditolak oleh keluarganya. Pendeta Lee malah membuat kotak khusus dan ditempatkan di samping rumahnya. Pada salah satu sisi kotak itu ditulis “Ini adalah fasilitas untuk perlindungan kehidupan. Jika Anda tidak mau merawat bayi penyandang cacat, jangan membuangnya atau meninggalkan mereka di jalan. Bawalah mereka ke sini.” Setelah kotak itu ditempatkan ada begitu banyak bayi-bayi penyandang cacat mental dan fisik yang ditinggalkan di kotak itu. Lee membesarkan mereka, mengasihi mereka dan mengantar mereka ke sekolah. Ia menjadi orang tua bagi anak-anak tertolak itu.

Sikap Lee didorong oleh pengalaman pribadinya. Dua puluh lima tahun yang lalu, istri Lee, Chun-ja, melahirkan anak yang cacat dan selama satu bulan, Lee menjauhkan bayi itu dari ibunya. Dalam masyarakat Korea yang menghargai kesempurnaan fisik, bayi yang cacat merupakan suatu hal yang memalukan. Kelahiran anaknya yang cacat membuat Lee mempertanyakan imannya. “Saya bertanya pada Allah, ‘Mengapa Engkau memberi padaku anak yang cacat?’ Saya sama sekali tidak bersyukur untuk bayi ini,” kata Lee. Namun, saat dia melihat anaknya yang tidak berdaya dan tanpa pengharapan, ia mulai melihat betapa berharganya suatu kehidupan. Lee dan istrinya memutuskan untuk melakukan segalanya untuk memastikan anaknya hidup sekalipun dokter hanya memberinya beberapa bulan. Mereka memanggilnya Eun-man, yang berarti penuh dengan kasih karunia Allah.

Kisah Lee hendak mengajak dan menggugah nurani bahwa setiap manusia, setiap anak – bagaimana pun kondisinya – memiliki hak untuk dicintai dan diterima dalam sebuah komunitas [baca: keluarga].

Mengasihi, mengakui dan menerima mereka dengan tulus adalah Tindakan yang mengukuhkan tanggungjawab sebagai orang tua. Anak-anak membutuhkan orang tua untuk mengajar, membimbing, memberi teladan tentang bagaimana mereka harus hidup di dunia ini. Oleh karena itu, orang tua tidak hanya memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga memerhatikan perkembangan psikologis dan terutama adalah bagaimana mendidik mereka dalam iman/spiritual.

Banyak terjadi bahwa oleh karena urusan mencari uang, orang tua mengabaikan tanggungjawab untuk mendidik anak sesuai nilai-nilai moral-etik, terutama nilai-nilai iman. Mereka berpikir yang penting semua kebutuhan [materi] anak terpenuhi; anak menginginkan permainan atau permintaan apa pun dapat dipenuhi. Mereka lupa bahwa ada hal yang jauh lebih mendasar. Kedekatan emosional, relasi mutual, dan perasaan dicintai adalah hal yang jauh lebih penting. Belum lagi jika anak memiliki kebutuhan khusus, baik fisik maupun mental. Dalam kondisi inilah mereka sangat membutuhkan sosok ayah dan ibu [keluarga] yang mendampingi dan penuh kasih lebih dari apa pun. Mereka butuh penerimaan, pengakuan – dan tentunya cinta – bukan saja dalam kelebihan tetapi juga kekurangannya.

Nemo dat quod non habet! Secara harfiah frase Latin ini berarti ‘tak seorang pun dapat memberi apa yang ia tidak punya’ [no one can give what they do not have]. Orang tua tak mungkin memberi cinta, mengkomunikasikan iman, jika ia tidak mempunyainya. Dalam hal memberi, Rasul Paulus pun mengajarkan tentang pemberian berdasarkan apa yang ada bukan berdasarkan apa yang tidak ada [bnd. 2 Korintus 8:12]. Setiap orang tua sudah punya modal dasar: cinta yang mempertemukan mereka dan iman [yang semoga diyakininya] yang turut mengembangkan cinta itu. Bukan saja tingkat pendidikan dan tingginya ilmu orang tua, tetapi justru kasih dan iman itulah yang diperlukan. Bukan saja uang dan materi, tetapi justru penerimaan dan pengakuan yang diperlukan. Anak-anak membutuhkan validasi sebagai bentuk perhatian yaitu melalui penerimaan, penghargaan dan pujian.

Anak-anak adalah anugerah Tuhan. Tuhan mempercayakan mereka kepada pihak yang disebut orang tua. Mengabaikan atau menolak keberadaan mereka, sama artinya mengabaikan dan menolak kepercayaan yang telah Tuhan berikan. Orang tua yang berhasil adalah orang tua yang mampu mendidik anak-anaknya sedemikian rupa sehingga anak-anak melebihi orang tuanya dalam segala hal yang baik.

Pdt. Semuel Akihary

Renungan lainnya