renungan-gki-samanhudi-1

Kamu Indah

“Keindahan sebuah proses bukan terletak pada ketiadaan masalah, tetapi pada kesediaan dan kerendahan hati untuk belajar. Kedua hal inilah yang akan membuat kita melihat, merasakan, bahkan menghasilkan keindahan dalam setiap proses yang ada.”

Ketika mengikuti online workshop Points of You, kami diajak untuk berefleksi dari gambar atau kata yang didapatkan—tidak ada gambar atau kata yang kebetulan, semua pasti bermakna—. Saat itu saya mendapatkan kartu dengan gambar boneka yang cemong. Salah seorang teman mengatakan kalau gambar ini sangat menakutkan, tapi saya justru berpikir sebaliknya; ini adalah gambar yang indah. Saya membayangkan situasi boneka ini; ia ada di gudang, ditinggalkan, tidak lagi diperhatikan, atau bahkan sudah dibuang oleh pemiliknya. Ia melihat ke arah lain dalam ketakutannya. Ya, ia punya ketakutan dan kekhawatiran dalam tatapannya. Tapi saya membayangkan kalau ia bisa segera mengalihkan pandangannya dan menatap mata saya. Apa yang saya lihat dalam tatapannya? Tidak hanya ketakutan dan kekhawatiran. Tatapannya seolah mau mengatakan bahwa ia tidak berhenti berjuang. Berat, melelahkan, sakit, melukai, tapi toh ia bisa bertahan dan melewati itu semua. Ia mungkin tidak lagi seindah seperti ketika masih dalam keadaan yang baru dan baik. Tapi cemong di wajahnya; tatapannya yang dalam,

menunjukkan seberapa keras ia telah mencoba melakukan bagiannya dengan sebaik-baiknya sekalipun dunia meninggalkan, mengabaikan, dan menganggapnya tidak lagi berguna. Sekalipun berakhir sendiri, ia tetap bertahan. Saya kemudian ditanya, “Hal apa yang mau dihilangkan dalam gambar tersebut?”

Maka jawab saya, “Saya ingin membersihkan cemong di wajahnya, menatapnya dengan lembut, lalu mengatakan kalau ia sudah melakukan bagiannya dengan baik dan sekarang ia tidak perlu berjuang sendirian.” Refleksi inilah yang membuat saya melihat keindahan dari kartu tersebut. Jika mengaitkan refleksi ini dengan proses dalam hidup—entah itu dalam berkeluarga, pekerjaan, pelayanan, pertemanan, atau keseharian lainnya—bukankah memang proses kehidupan seringkali membuat kita babak belur seperti boneka dalam kartu tersebut? Babak belur dalam proses kita bisa jadi tidak nampak seperti boneka dalam gambar. Bisa saja hanya kita yang tahu dan merasakannya karena tidak mudah untuk bercerita. Bisa jadi itu kelihatan jelas tapi kita toh tetap digojlok dan sendirian. Setiap orang memiliki dan melalui prosesnya masing-masing.

Namun pertanyaan terpentingnya bukanlah tentang seberapa babak belurnya kita. Tetapi keindahan apa yang kita lihat, rasakan, dan hasilkan dalam proses tersebut? Apakah kita menemukannya? Keindahan tidak datang dengan sendirinya. Keindahan juga bukan tentang

mempositifkan segala sesuatu sehingga meniadakan kepahitan. Keindahan adalah hasil dari sebuah upaya; kesediaan dan kerendahan hati untuk belajar dan memaknainya dari kacamata iman. Belajarlah dan maknai dengan baik proses yang kita jalani sehingga kita nggak berhenti sampai babak belurnya saja, tapi juga bisa melihat, merasakan, dan menghasilkan keindahan. Bacalah Yakobus 1:2-8, apa yang kamu temukan di sana? Praktikkanlah.

Pdt. Maria W. Sindhu

Renungan lainnya