good-or-god

“Baik saja tidak cukup!” Begitulah ungkapan yang kadang kita dengar saat orang sedang mengukur nilai dari suatu perbuatan baik. Belum lagi, kita hidup di tengah gempuran paham universalisme yang melihat hal-hal tertentu, misalnya perbuatan baik, sama saja dalam kepercayaan mana pun. Orang jadi kehilangan kekhasan atau keunikan dalam hidup beriman. Apalagi di zaman ini, istilah “baik” dan Tuhan memiliki asosiasi yang mirip (tampak di area yang sama). Kita percaya bahwa apa yang umumnya diterima sebagai kebaikan harus selaras dengan kehendak Tuhan. Kemurahan hati, kerendahan hati, dan keadilan adalah baik. Keserakahan, keangkuhan, dan kekejaman adalah jahat. Perbedaan itu tampak cukup jelas. Tapi apakah hanya sebatas itu? Malah, kadang kita mengabaikan atau menolak Tuhan demi mengejar apa yang tampaknya baik menurut ukuran kita. Persoalan “kebaikan” muncul oleh karena konsep ini sangat mudah menjadi bias dan dimanipulasi oleh berbagai kepentingan. Namun pada saat yang sama, dapat dibangun menjadi sebuah “kebenaran” juga. Itulah mengapa, firman Tuhan mengingatkan kita untuk menguji segala sesuatu yang berkenan kepada Allah (Efesus 5:10), termasuk menguji kebaikan (terutama kebaikan yang bersumber dari diri sendiri).

Perbedaan penting tentang sesuatu yang hanya baik dan terbaik menurut Tuhan, dibahas dengan sangat baik oleh John Bevere, penulis buku-buku laris dan juga seorang yang aktif di pelayanan, dalam bukunya Good or God? : Why Good Without God Isn’t Enough (terj. Bebas: “Baik atau Tuhan? : Mengapa baik tanpa Tuhan tidaklah cukup”. Bagi Bevere, melalui pengenalan akan Allah kita dapat memahami apa itu baik menurut Allah. Dengan memeriksa ulang narasi kejatuhan manusia ke dalam dosa, Bevere menemukan bahwa manusia pertama jatuh ke dalam dosa oleh karena melihat buah pohon terlarang itu sebagai yang baik, “Perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan …” Sesuatu yang baik menurut ukuran manusia, dapat saja menarik kita semakin jauh dari Allah. Di sinilah pentingnya poin Bevere tentang mengenal Allah dengan sungguh sehingga kebaikan yang kita bangun, tidak lepas dari hubungan dengan Allah.

Dalam upaya membangun hubungan ini, Bevere menggunakan istilah “your internal GPS” (GPS internal Anda). Meminjam istilah dalam dunia internet, GPS (Global Positioning System) adalah sebuah sarana untuk menolong manusia menuju titik tertentu secara tepat sasaran. Gampangnya, kalau kita hendak mencari alamat atau menuju suatu lokasi yang belum diketahui, maka google map atau waze adalah aplikasi berbasis GPS yang dapat menolong sehingga tidak salah alamat. Bagi Bevere, tiap orang percaya memiliki GPS internal dalam dirinya untuk memperjumpakan dan membuatnya semakin mengenal Allah. Boleh juga GPS ini kita maknai sebagai God Positioning system, sebuah sistem beriman yang selalu membawa kita dekat kepada Allah.

Persoalannya adalah apakah kita mau mengikuti GPS itu atau mencari jalan sendiri sekehendak hati kita? Sesuatu yang baik, jika ditempatkan dalam GPS internal iman yang mengarah kepada Allah, maka kebaikan itu tentu sungguh-sungguh baik, terbebas dari kecenderungan manusia yang tidak baik. Sebaliknya, jika kebaikan itu ditempatkan sesuai kehendak hati kita sendiri, maka kemungkinan untuk menjadi tidak baik sangat mungkin. Misalnya: membantu orang lain namun dengan tujuan presentasi diri di media sosial; membangun image diri melalui perbuatan baik supaya dikenal, viral, dst. (flexing).

Setiap manusia, terutama orang percaya, tentu rindu menjadi pribadi yang baik. Melalui perenungan ini, kita belajar tidak hanya baik menurut ukuran manusia, melainkan harus baik menurut ukuran Tuhan. Kita belajar supaya tidak terjebak menjadi orang yang haus pengakuan dari manusia bahwa kita adalah orang yang baik, melainkan lebih dari itu apakah Tuhan mengenal kita sebagai pribadi yang baik? Oleh karena itu, setiap kita perlu memprogram GPS iman kita mengarah kepada Tuhan saja dan terus berjuang dalam ketetapan hati berada pada jalur itu. dengan begitu, setiap kebaikan yang dilakukan dan dihadirkan kepada sesama manusia, merupakan bentuk ungkapan syukur yang dipersembahkan kepada Allah. Dalam cara itu, kita terus berproses untuk terus mengenal Allah, apa yang baik dan berkenan kepada-Nya (discernment).

Ingatlah, bahwa yang baik tanpa Tuhan, tidaklah cukup!

Pdt. Semuel Akihary

Renungan lainnya