dialah-juruselamat-dunia

“Dan mereka berkata kepada perempuan itu: ‘Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telahmendengar Dia, dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.’” (Yoh 4 : 42).

Kata-kata ini lahir dari mulut orang-orang Samaria yang sebelumnya dipandang rendah oleh orang Yahudi. Setelah dua hari bersama Yesus, mereka membuat pengakuan iman yang mendalam: Dia benar-benar Juruselamat dunia. Ini adalah pernyataan yang melampaui batas etnis, agama, dan budaya. Di tengah dunia yang penuh tembok pemisah, Yesus justru menyatakan diri kepada mereka yang hidup di pinggiran, bukan di pusat kekuasaan religius.

Pendekatan poskolonial mengajak kita membaca kisah ini bukan sekadar sebagai cerita pertobatan personal, tetapi juga sebagai kritik terhadap struktur kuasa yang eksklusif dan menindas. Orang-orang Samaria adalah kelompok yang dimarjinalkan secara historis dan teologis. Mereka dianggap tidak murni secara etnis, sesat secara doktrinal, dan najis secara ritual. Namun Yesus memilih untuk berbicara dengan mereka, tinggal bersama mereka, dan menerima iman mereka.

Yesus hadir sebagai Juruselamat dunia bukan dengan cara menundukkan atau menjajah, melainkan dengan mendengarkan, berdialog, dan menghargai. Ia tidak memaksakan kebenaran-Nya dari atas, melainkan mengajak orang-orang Samaria untuk mengalami perjumpaan pribadi yang mengubah hidup mereka. Ini adalah Tindakan pembebasan—Yesus menghancurkan tembok-tembok eksklusivisme dan memperluas cakrawala keselamatan.

Dalam dunia kita hari ini, kolonialisme tidak selalu hadir dalam bentuk penjajahan militer, tetapi juga dalam bentuk dominasi budaya, agama, dan ekonomi. Kita sering kali masih membagi dunia dalam kategori “kita” dan “mereka”, “pusat” dan “pinggiran”, “layak” dan “tidak layak.” Namun kisah ini menantang kita untuk melihat bahwa keselamatan yang dibawa Kristus melampaui batas-batas itu.

Sebagai orang dewasa yang hidup dalam masyarakat majemuk, kita dipanggil untuk mengikuti jejak Kristus: meruntuhkan tembok-tembok diskriminasi dan merangkul siapa pun sebagai sesama. Dialah Juruselamat dunia—bukan hanya untuk kelompok tertentu, tetapi untuk seluruh ciptaan. Dan kita, seperti perempuan Samaria itu, dipanggil menjadi saksi bagi dunia yang lebih adil, setara, dan penuh kasih.

Pdt. Peter Abet Nego

Renungan lainnya