dengarkanlah-dia

Mendengar adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan. Orang lebih senang dan mudah untuk berbicara daripada mendengar. Orang yang dengan sungguh-sungguh mendengar membutuhkan kesediaan hati, pikiran, telinga, mata dan “body language” yang empatis untuk dapat memahami orang lain. Pentingnya hal mendengar juga muncul dalam peristiwa Transfigurasi. Dalam Matius 17:5, dikatakan, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia”. Secara sederhana kata transfigurasi berarti perubahan bentuk atau rupa penampilan yang berkaitan dengan keagungan dan kemuliaan. Peristiwa transfigurasi merujuk kepada peristiwa pertemuan Yesus, Musa dan Elia. Musa adalah tokoh pemimpin besar bangsa Israel, sedangkan Elia adalah nabi besar yang dihormati bangsa Israel. Peristiwa transfigurasi adalah peristiwa persiapan Yesus dalam memasuki masa sebelum kematian-Nya di kayu salib.

Sekitar seminggu setelah Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Dia akan menderita, dibunuh, dan bangkit kembali, Dia meminta Petrus, Yakobus, dan Yohanes untuk bersama-sama-Nya naik ke atas gunung untuk berdoa. Ketika Dia sedang berdoa, Yesus tampak terlihat sangat mulia, pakaian-Nya berwarna putih berkilau-kilauan. Musa dan Elia tampak sedang berbicara dengan Yesus tentang kematian-Nya yang akan segera tiba. Petrus, yang tidak mengerti apa yang ia bicarakan dan merasa ketakutan, menawarkan untuk membangun kemah bagi mereka bertiga.

Tawaran ini berhubungan erat dengan kemah yang digunakan bangsa Yahudi untuk merayakan perayaan hari Pondok Daun, ketika bangsa Israel harus tinggal di dalam kemah itu selama 7 hari lamanya. Petrus sepertinya berharap mereka untuk tinggal di tempat itu saja. Ketika awan menaungi mereka, sebuah suara terdengar, “Inilah Anak-Ku yang telah Kupilih, yang Aku kasihi; dengarkanlah Dia!” Kemudian awan mengangkat Musa dan Elia kemudian menghilang, dan Yesus sendiri bersama murid-murid-Nya yang masih sangat ketakutan.

Yesus memperingati mereka untuk tidak mengatakan tentang apa yang mereka lihat hingga kebangkitan-Nya. Tujuan dari peristiwa transfigurasi ini supaya para murid-murid-Nya, dapat semakin memahami tentang siapakah Yesus itu sebenarnya. Yesus menampakkan diri dengan perubahan yang dramatis dengan tujuan agar murid-murid-Nya dapat melihat kemuliaan-Nya. Murid-murid, yang sebelumnya hanya mengenal-Nya melalui tubuh manusia-Nya, sekarang dapat melihat betapa keilahian-Nya Kristus, walaupun mereka masih belum sepenuhnya memahami hal tersebut. Hal ini akan meyakinkan mereka setelah mendengar berita yang mengejutkan tentang kematian-Nya yang akan segera tiba. Peristiwa transfigurasi juga mengingatkan kita tentang makna zona nyaman. Ketika Petrus mengalami hal yang luar biasa (dapat bertemu dengan Musa dan Elia), Petrus berkata, “alangkah bahagianya … aku akan membuatkan kemah”. Petrus ingin berlama-lama dalam situasi tersebut.

Padahal peristiwa pemuliaan tersebut adalah sebuah peristiwa persiapan sebelum Yesus memasuki masa penderitaan dan berpuncak pada kematian-Nya di Yerusalem. Kemuliaan menurut dunia dapat berbeda dengan apa yang dipandang mulia menurut Yesus. Dunia memandang kemuliaan diukur dari kehormatan, harta, dan kesuksesan; sedangkan kemuliaan yang dipandang oleh Yesus adalah ketaatan dan penderitaan. Setiap orang dapat berlomba-lomba untuk dapat kemuliaan dunia. Bahkan orang dapat rela mengorbankan orang lain demi kemuliaan untuk diri sendiri. Ini hal yang membedakan dengan perjuangan Yesus. Peristiwa pemuliaan Yesus justru dalam rancangan ketaatan-Nya untuk keselamatan manusia. Setelah kita memahami makna dibalik peristiwa transfigurasi, maka sudahkah kita saat ini bersedia mendengar apa yang Tuhan kehendaki, serta melakukan kehendak-Nya?

Pdt. Peter Abet Nego

Renungan lainnya