berdamai-dengan-kemerosotan-hidup

Pertambahan usia adalah momen kehidupan yang dirayakan tetapi juga dikuatirkan oleh banyak orang. Ketika berulang tahun biasanya orang akan memanjatkan doa agar panjang umur dan sehat. Kedua harapan ini memang baik adanya, sekalipun mungkin belum tentu berjalan beriringan. Ketika seseorang mengalami pertambahan usia dan menjadi semakin tua, tubuh bisa saja tidak lagi sehat dan mengalami banyak sekali kemerosotan; entah encok, pikun, penglihatan kabur, cepat lelah, dsb. Itu adalah konsekuensi logis dari kehidupan.

Kemerosotan fisik yang terjadi, entah karena pertambahan usia atau faktor lainnya sering kali membuat orang lelah menjalani kehidupannya. Apalagi jika menurutnya tidak ada lagi hal yang bisa dinikmati atau disyukuri. Orang yang makin tua misalnya, jarang sekali ada yang berdoa minta panjang umur. Mereka justru akan berdoa dan berharap cepat dipanggil “pulang”. Kemerosotan fisik adalah hal yang tidak bisa kita hindari, tetapi bagaimana sikap batin kita dalam meresponsnya adalah hal yang bisa kita kontrol.

Paulus menyadari bahwa di dalam bejana tanah (tubuh jasmani yang penuh kerapuhan) yang ia miliki tersimpan harta rohani yang luar biasa indah! Harta rohani itu adalah iman, keteguhan, dan kekuatan yang asalnya dari Tuhan. Hal inilah yang mendasari sikap batin mereka dalam merespon serangan, aniaya, kebingungan, kecaman, dan berbagai pergumulan lain yang mereka hadapi karena pemberitaan Injil; dalam proses mengikut Tuhan. Mereka mengontrol dirinya untuk menyikapi berbagai peristiwa dengan kacamata iman. Itulah sebabnya mereka tidak pernah putus asa sekalipun manusia lahiriahnya mengalami kemerosotan. Batin mereka diperbarui dari hari ke hari; makin bersyukur, makin cinta Tuhan, makin berpengharapan, dan teguh di dalam Tuhan. Apakah mereka rindu “pulang” kepada Bapa? Tentu saja! Itu kebahagiaan terbesar setiap orang beriman! Tetapi kerinduan itu tidak didasarkan pada rasa lelah atau kemarahan karena menjalani hidup yang berat. No! Bukankah dalam surat Filipi Paulus juga menegaskan kalaupun ia masih harus hidup di dunia ini, artinya ia punya tanggung jawab untuk terus bekerja dan memberi buah; untuk jadi berkat dalam segala keterbatasan dan kelebihan yang kita miliki. Mari sama-sama belajar untuk menikmati kehidupan, bukan hanya karena ada hal yang menyenangkan saja, tetapi karena kita meyakini kalau Allah turut bekerja dan sedang berkarya melalui dan di dalam diri kita semua.

Jika kita kenal atau masih punya orang tua yang lanjut umurnya, jangan lupa untuk menyapa dan mendoakan mereka. Luangkanlah waktu bersama mereka. Lakukanlah semua itu agar mereka tahu, bahwa sejatinya mereka tidak pernah sendirian dan selalu dikasihi.

Selamat berdamai dengan berbagai kemerosotan yang kita miliki dalam hidup, entah kesehatan, pekerjaan, perekonomian, keluarga, pelayanan, dll. Rendah hatilah dalam proses itu, dan lihatlah bagaimana Tuhan bekerja dengan luar biasa dalam hidup kita; bahkan melalui hal-hal yang sederhana sekalipun.

Pdt. Maria W. Sindhu

Renungan lainnya